Kamis, 02 Juli 2009

MEDIA TRADISIONAL DAN BIAS JENDER

Memahami bagaimana ada bias jender dalam media tradisional.
Dalam pertunjukan ketoprak yang ceritanya banyak diilhami dari cerita Babad Tanah Jawa maka dapat disaksikan adanya peran tokoh wanita yang dikontruksi tidak secara utuh. Artinya hadirnya tokoh wanita digambarkan dalam makna kias, atau seakan-akan bila dipahami secara harfiah maka peran wanita seperti tidak ada atau sengaja tidak ditampakkan. Contoh pertama dalam penokohan Sekar Pembayun, seorang gadis muda yang dalam sejarah menurunkan raja-raja besaaar di Mataram, artinya keberadaan wanita ini sebenarnya sangat penting. Kenyataannya dalam cerita babad wanita iti digambarkan sebagai dawegan atau kelapa muda. Sedangkan tokoh lain pria dalam lakon itu digambarkan secara jelas figurnya sebagi seorang laki-laki yang mempunyai andil penting alam sejarah mataram seperti ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Pemanahan. Kedua dalam lakon Aryo Penangsang, maka kelemahan Aryo Penangsang digambarkan dengan kesukaannya kepada wanita muda yang cantik dan lincah digambarkan sebagi kuda betina yang binal. Ketiga, dalam penokohan cerita Kali Nyamat, maka pengorbanan seorang wanita yang rela menyerahkan jiwa dan raga kepada penguasa, pengorbanan luar biasa pada masa itu digambarkan dengan bertapa tanpa busana dan sekujur tubuhnya hanya ditutupi rambutnya saja. Keempat, cerita tentang Roro mendut, sebagai putrid boyongan yang berjuang sekuat tenaga mempertahankan hidup karena ingin mandiri dan tidak tergantung dengan Tumenggung Wiroguno digambarkan sebagai wanita yang menggoda dan penghibur pria-pria dengan jualan cerutu.
Cerita–cerita babad tanah Jawa yang memang didominasi oleh cerita pria ini menggambarkan struktur pemerintahan patriarchad di kerajaan mataram dimana kekuasaan dalam system social di pimpin oleh seorang raja, bukan ratu. Pimpinan keluarga adalah pria. Sehingga dapat dipahami bahwa gambar raja-raja Mataram selalu sendiri tidak pernah bergambar bersama seorang istri sebagai pendamping hidupnya. Wanita tidak berperan dalam ranah kekuasaan publik namun terdomestikan. Wanita disebutkan namanya apabbila dia adalah ibu dari seorang raja atau ibu suri, tetapi peran ibu suri dalam jalannya pemerintahan tidak pernah disebutkan dalam sejarah atau kisah. Wanita lainnya yang sering disebut dalam ketoprak adalah puteri raja yang cantik yang digambarkan akan menikah, memilih suaminya dengan cara mengadakan sayembara.
Simbolisme di media material tentang bias jender ini juga tampak dalam bentuk seperti makna tugu peringatan, atau bangunan peringatan. Bangunan tugu merupakan perkembangan bangunan Yoni, bentuknya seperti alu atau alat penumbuk padi, sebuah simbol maskulin. Bangunan tugu monas juga diilhami dari Yoni ini. Begitu juga untuk pusaka. Pusaka-pusaka baik itu berupa senjata atau benda material lain diyakini memiliki kekuatan. Maka kemudian disebutnya Kyai atau Ki. Misalnya tombak Kyai Plered. Pusaka dan kekuatan dimaksudkan punya simbol maskulin.
Sementara itu dalam cerita pewayangan, lakon goro-goro, dengan hadirnya punokawan, keempatnya adalah pria, punokawan adalah simbol pengejawantahan para dewa yang turun kedunia untuk memberikan nasehat kepada manusia. Dan itu digambarkan dalam pewayangan Jawa dengan wujud pria-pria karena dewa tidak mengenal jenis kelamin perempuan. Demikian juga tokoh Kunti sebagai ibunda Pandawa, digambarkan sebagai ibu yang suci, lembut, penuh kasih. Tokoh ini ditampilkan karena dia adalah ibunda Pandawa . Sementara Sumbadra dan Srikandi adalah tokoh wanita yang banyak memberikan andil dalam peperangn tetapi peperengan itu sendiri milik Pandawa dan Kurawa, para pria-pria. Dalam cerita wayang juga muncul tokoh Drupadi, seorang wanita cantik istri pandawa yang kemudian dalam pewayangan Jawa disebut sebagai istri Yudistira. Drupadi menggambarkan simbol, kedudukan wanita yang lemah ketika ia dijadikan bahan taruhan permainan dadu oleh para Pandawa. Selanjutnya Drupadi menjadi bahan pelecehan seksual bagi Kurawa.
Ada hal menarik terutama dalam pewayangan Jawa, yaitu wayang wong, maka tokoh Janoko, atau Arjuna atau Permadi ini diperankan oleh wanita. Wanita dianggap mewakili sifat kelembutan Janoko. Meskipun dalam kancah peperangan itu ada wanita yaitu pemeran Janoko, namun pada kenyataannya peranan dalam peperangan itu adalah milik Janoko.
Tari-tarian adalah simbol kelembutan bagi para wanita, meski ada penari pria, tetapi penari pria digambarkan dalam tari yang penuh keperkasaaan seperti tari Satria, tari Gabiranom, tari Lenggotbowo dan sebaginya. Sedangkan para wanita menari untuk jenis tarian feminine seperti tari bondan, gambyong, golek, atau bedhoyo. Untuk bedhoyo ini sebagian juga ditarikan para pria. Akan tetapi tari-tari yang diperankan oleh para wanita ini menggambarkan kedomestikan peran wanita sebagai perhiasan, penghibur, pengasuh anak, pesolek dan istri yang baik.
Penokohan wanita sebagi pimpjnan atau ratu justru muncul pada keyakinan mistik tentang keberadaan Nyi Roro Kidul. Penguasa laut selatan yang diyakini punya hubungan dengan raja Mataram. Dalam gambaran di pertunjukkan ketoprak, Ratu kidul ini digambarkan sebagai wanita cantik yang sakti yang disegani bahkan ditakuti oleh rakyat di daratan.
Keberadaan akan wanita sakti juga muncul pada hadirnya dewi Sri, dewi yang diyakini memberikan kesuburan pada tanaman padi rakyat. Padi yang tumbuh subur dan hasil panen yang melimpah adalah karena penjagaan Dewi Sri, sehingga rakyat perlu pengadakan acara pesta panen atau upacara bersih desa agar peanduduik menjadi makmur murah sandang pangan dan terhindar dari wabah penyakit.
Khitanan, sebagai upacara ritual bagi perjaka yang memasuki akhil baliq digambarkan dengan aneka sesaji sebagai simbol maskulinisme. Betapa besar penghormatan penduduk akan keberadaan acara ini. Sebagai tanda seorang perjaka sudah dewasa, memasuki dunia pria dewasa, menggunakan upacara sebagai penghormatan. Jarang seperti ini pada wanita.****************

BAGAIMANA BAHASA DIGUNAKAN OLEH ORANG JAWA UNTUK MENGEKSPRESIKAN DIRINYA

Disarikan dari buku Kuasa kata dan Mistisisme Jawa
Oleh : Dian Marhaeni K
Pada mulanya bahasa digunakan sebagai
a. Bahasa digunakan sebagai simbol kekuasaan.
• Pemakaian nama-nama raja Mataram di Jawa mengekspresikan kekuatan, seperti Amangkurat, Pakubuwono, Hamengku Buwono, Paku Alam, yang maknanya menguasai dunia atau alam semesta.
• Bahasa dipergunakan untuk mengungkapkan cerita-cerita sekitar kehidupan raja atau para pemimpin. Pertama adalah cerita-cerita bahwa dia adalah keturunan raja. Di zaman moderen sekarang pun masih banyak dijumpai orang Jawa yang mengaku-ngaku keturunan Sultan Agung dari dinasti Mataram. Demikian juga Sukarno mengaku keturunan raja Singaraja, Bali Utara, prabu Jayabaya dari kediri dan pewarta agung Sunan Kalijogo. Demikian ada desas desus bahwa Suharto adalah anak Almarhum Sultan Hamengku Buwono VIII. Kedua pada cerita-cerita tentang kesaktian. Moertono menulis tentang Wahyu. Wahyu digambarkan dalam wujud dan bentuk yang berbeda-pendar yang terang, suatu bintang tapi yang paling sering dilihat adalah bola cahaya atau andaru atau pulung yang berwarna biru, hijau atau putih mengkilat, melintas cepat menembus langit malam. Hal ini diceritakan dalam pidato Sukarno tahun 1963, yang berbicara panjang lebar tentang teja. Kehadiran kuasa seorang pimpinan sering ditandai dengan teja ini. Seperti Amangkurat III yang kehilangan cahya atau teja saat diturunkan dari tahta atau saat Amangkurat II pada saat ia memutuskan melawan Trunajaya dan mempertahankan kekaisaran Mataram. Ketiga adalah cerita mengenai benda pusaka atau pemilikan peninggalan benda-benda-benda keramat seperti gong, keris, tombak dan sebagainya oleh para raja. Keempat adalah cerita tentang kekuatan seksualitas dengan beristri lebih dari satu sebagai simbol kesuburan. Seperti kisah para raja Jawa atau Sukarno sendiri. Pembangunan Monas adalah simbol maskulinisme ini.
• Ungkapan tentang kesuburan kemakmuran dan kelarasan (ketentraman dan ketertiban sebagaimana terungkap dalam motto kuno tata tentrem kerto raharjo.
b. Eksistensi budaya, yang dinyatakan bahwa, karakter sangat memusat alam pikiran tradisional Jawa dapat dilihat dengan pada pembagian dunia, Jawa dan Sabrang. Adanya pemusatan pikiran yang tersirat dalam cerita wayang Jawa, dalam tradisi sejarah bahwa nama imperium dan kerajaan selalu menurut nama ibukotanya. Seperti Majapahit, Singasari, Demak, dan kediri (pemusatan pikitan).
• Kraton Yogyakarta dan Solo akan menyebut nama nagari untuk ibukotanya dan kota lain dengan menyebut nama kotanya.
• Konsep mandala, Lingkaran, pengaruh, kepentingan dan ambisi yang merupakan hubungan geopolitik perbatasan luar negeri. Yang merupakan pemujaan ekspansi, , pergulatan untuk mencari eksistensi, pernyataan diri dan dominasi dunia. Batas-batas negara tidak pernah disebut karena kekuatan penguasa akan terus wibawa apabila meluaskan wilayah. Sehingga tidak mengenal batas territorial.

c. Mengagungkan penguasa, tercermin dalam ungkapan bahasa raja sewu nagara nungkul (sujud)
d. Lambang eksistensi golongan elit, Contohnya adalah penggunaan bahasa Belanda digunakan untuk simbol eksistensi golongan priyayi dan bangsawan. Bahasa Belanda secara umum dimanfaatkan untuk mengindikasikan leluhur yang terpelajar.

e. Memamerkan kekuatan penguasa, bahasa dimasa Sukarno digunakan untuk mengkonsentrasikan dan memamerkan kuasa yang diserap dari berbagai kata-kata yang penuh kuasa. Seperti Pancasila, revolusi, Saptamarga dan sebagainya.
• Gaya retorika tradisional Sukarno mengagumkan, memperbesar dampak pengaruh politik saat tampil dalam upacara, secara keseluruhan.
• Sepi ing pamrih rame sebuah slogan bahasa jawa yang menunjukkan nilai dan norma Jawa yang diam tetapi cekatan dalam bekerja.

f. Ekspresi emosi di masa revolusi, bahasa Indonesia yang menggetarkan secara emosional muncul pada masa revolusi seperti, yel-yel merdeka, rakyat, perjuangan, pergerakan, kebangsaan, kedaulatan, semangat dan revolusi.
g. Cermin karakter sosiologis dan cultural, Pembelahan yang terjadi pada kata-kata emosional mencerminkan karakter sosiologis dan cultural pasca revolusi Indonesia. Bahwa sebagai identitas golongan, seperti pada kata aksi yang pertama digunakan oleh komunis. Atau makana kata Bung untuk menyebut Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Tomo yang telah berubah bung menjadi panggilan orang tak dikenal.
h. Cermin kemabukan ideologis elit penguasa Jawa, Herbert Luethy bahwa bahasa publik tentang politik kontemporer adalah gado-gado dari ungkapan irasional yang muluk-muluk yang mengarah pada kemabukan ideologis dan sinkretisme magis yang mengekspresikan obsesi elit Jawa. Sementara Clifford Geertz mengakui sebagai ketidak masuk akalan.
Makna penggunaan makna bahasa era transisi
• Bahasa Arab, melarang penggunaaan mantra syiwa lalu mengubah Al Qur’an sebagai sebuah buku mantra.
• Teka-teki kalimosodo Pusaka Yudistira dalam pewayangan dipakai menerjemahkan kebudayaaan pra Islam. Al Quran sebagai rambu jalan raya keagamaan.

Ungkapan identitas yang penuh kiasan sebagai gaya politik
• Penggunaan bahasa Jawa ungkapan identitas Jawa. Dengan kesamaan bunyi dalam onomatope yang bermakna kias dan kekayaan kosakatanya. Seperti kata-kata dalam wangsalan. Ron ing mlinjo artinya kepingin ngaso karena ron mlinjo itu so. Itu pemaknaaan Jawa akan keterkaitan realitas. Sesuatu yang mendasar dalam gaya politik Jawa. Dalam pergaulan social Jawa tekanannya adalah kesenjangan antara ekspresi muka dan dan perasaaan. Bagaimana kondisi emosi seseorang, wajah harus menunjukkan ekspresi yang pantas.

Bahasa tanda kekuasaan atau hierarki tertentu.
• Dalam hierarki kedudukan pamong praja, tulisan adalah tanda dari suatu kekuasaaan yang tidak dapat dimasuki. Dalam bahasa jawa cerminan statifikasi muncul dalam kromo dan ngoko. Kromo merupakan bahasa priyayi untuk menekankan peningkatan kehierarkian. Kromo intinya adalah bahasa kehormatan , penguasaan kosakatanmya memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi. Sedangkan ngoko adalah lebih lugas, tajam dan jenaka. Ngoko digunakan untuk meniadakan hierarki social.
• Penggunaan Bahasa Jawa menunjukkan hierarki. Seperti ngoko, kromo madyo dan kromo Inggil. Pada golongan elit ada nuansa kehalusan dalam mengungkapkan keinginan melalui bahasa.
• Kata dalam bahasa Jawa menujukkan simbol kedudukan, usia, keakraban, formalitas, jarak social dan peringkat social seseorang dalam masyarakat Jawa.
• Bahasa dalam implementasinya mencerminkan hormat atau penghormatan. Dan penghormatan ini sebagai simbol kerukunan pada masyarakat Jawa. Misalnya tradisi perintah dalam bahasa Jawa. Berupa perintah yang tidak langsung. Perintah di tawarkan dengan bahsa permintaan. “perintah tetapi bukan perintah”. Penggunaan bahasa dalam masyarakat Jawa sudah terpola mengikuti sistematika tertentu sesuai paugeran budaya Jawa.

Munculnya Bahasa Melayu sebagai simbol demokrasi, kesetaraan dan komunikasi sederhana antar golongan.
• Simbol kesetaraan dan demokrasi muncul dengan Bahasa Melayu yang cukup sederhana, luwes dan cepat berkembang menjadi bahasa politik moderen tanpa cirri tradisional yang kuat, bahasa interetnis yang nyaris tanpa status. Bahasa itu memiliki rasa bebas dan demokratis. Di aspirasikan untuk norma-norma kesetaraan.

Bahasa Indonesia, logat Jakarta sebagai sarana mengkritik pemerintah
• Sindiran, sarkasme dan ledekan, Bahasa (Jakarta) digunakan untuk komentar miring, sarkasme dan ledekan dalam kolom pojok koran metropolitan. Pojok menulis dengan istilah “ masuk kantong, sepak ke atas, nyatut dan jatuh ke kasur atau demokratis yang maknanya dia mau gratis.” Sebuah fenomena bahwa bahasa sudah menjadi ungkapan untuk mengkritik pemerintah atau penguasa.
• Bahasa Indonesia kontemporer sebagai sautu kegiatan usaha yang bagai kepiawaian krisis budaya yang dasyat.

Hubungan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa adalah sebuah indicator dari kondisi psikologis dan politis suatu bangsa. Bahasa Jawa pada dasarnya mencerminkan suatu upaya pengagungan dan pengkunoan kosakata. Munculnya bahasa kromo dan ngoko adalah cerminan itu. Dan yang paling penting adanya unsur hierarki penggunaan bahasa.
Imagi politik Jawa, mencari pengulangan atau refleksi.
Kosa kata bahasa politik Indonesia didominiasi oleh kata-kata tersirat maupun tersurat yang menghadirkan imagi, misalnya penggunaan kata dalang, wayang, Durna, gara-gara, perang tanding dan lain-lain. Terbuka kedok. (permainan politik) merupakan pencerminan bahasa yang terbuka, bebas, penuh kritik.******

HIGH DAN LOW KONTEK KOMUNIKASI MASYARAKAT JAWA

Berdasar analisis buku Tahta Untuk Rakyat dan Etika Jawa


Fenomena komunikasi high kontek berdasarkan kedua buku tersebut bisa di dapatkan gambaran khusus dari komunikasi seorang raja di Jawa yang berpendidikan Barat dapat mewakili kita untuk memahami high dan low kontek komunikasi masyarakat Jawa secara umum.
* Sabdo Pandito Ratu, sekali ducapkan maka ikrar tak bisa dicabut lagi.
Di dalam buku TUR nampak dalam deskripsi ketika Adam Malik Wakil Presiden RI II menawari HB IX untuk kembali menjabat wakil presiden. tetapi HB IX tetap menjawab “tidak” karena beliau telah menyatakan “tidak” ya “tidak”. Sekali ikrar diucapkan maka tidak dicabut lagi.
* Berkomunikasi dengan simbol seperti memaknai harapan dan cita-cita dengan pemberian nama yang baik.
Nama yang merupakan cita-cita dan keinginan orang tua. Contoh dalam buku TUR nama Dorodjatun bermakna derajat yang tinggi, berkedudukan luhur dan berbudi baik walau memegang kekuasaan yang besar. Demikian juga tentang nama gedung dalam keraton, ukiran, pusaka, kereta, hewan piaraan, tanam-tanaman semua di beri nama sebagi simbol sesuatu yang baik.
* Diam, tak banyak bicara sebagai komunikasi yang multi penafsiran
HB VIII ayahhanda HB IX berpisah dengan garwo padmi, mungkin sampai sekarang tidak diketahui dengan jelas sebab musababnya mereka berpisah. Kecuali oleh kerabat dekat sendiri dan biasanya sudah menjadi kelaziman mereka menceritakan kisah di keraton dengan bahasa kias, komunikasi high kontek perlu pemikiran yang mendalam. Sesuatu berita di dalam keraton yang tidak pernah diketahui dengan jelas oleh rakyatnya hal itu sangat dirahasiakan dan bagi rakyat tidak juga patut untuk menanyakannya.
Begitu juga HB VIII ketika menitipkan anak berumur Dorodjatun yang masih berusia 4 tahun dikeluarga Belanda. Pada masanya perlakukan itu sangat kejam karena memisahkan seorang anak dari ibunya. Tetapi tak seorangpun berani bertanya tentang keputusan HB VIII itu bahwa sesungguhnya beliau mempunyai wawasan dan memandang jauh kedepan.
Begitupun diam penuh makna dilakukan Sri Sultan atau HB IX ketika ditanya apakah uang yang dibagikan untuk para pejuang dan keluaganya tak dikembalikan?. Peristiwa membagi-bagi uang ini memang dilakukan Sultan ketika perang kemerdekaan. Karena di masa transisi dari Belanda ke kedaulatan RI, para pegawai dan pejuang tidak ada yang menghidupi. Dengan harta keraton Sri Sultan memberikan uang selama empat bulan berturu-turut untuk kepentingan perjuangan.
Komunikasi diam dan duduk bersedekap juga tampak ketika Sri Sultan menghadapi pasukan Belanda Jenderal Meyer dan Jenderal De Jonge yang menuduk Sri Sultan melakukan teroris dan menggalang latihan tempur di dalam keraton.

* Komunikasi formal antara yang muda kepada yang tua. (basa-basi)
Hubungan ayah dan anak di dalam tradisi keraton berlangsung sangat formal, Sang ayah yang seorang raja haruslah tetap disembah, dihormati dan dipatuhi. Begitupun dalam berkomunikasi harus menggunakan bahasa Jawa halus. Hal itu dirasakan benar oleh Sri Sultan sepulang dari Belanda. Bahwa bahasa pada level tertentu membuat jarak dan tidak nyaman. Ketika itu kapal Denpo merapat di Betawi, kapal yang membawa Dorodjatun atau Sri Sultan dari Belandan, sudah sembilan tahun tidak ketemu ayahanda dan adik-adik. Maksud hati memberi kejutan dengan berakrab-akrab dan berkomunikasi dengan harmonis. Pendidikan Belanda telah menciptanya menjadi sosok yang demokratis. Tetapi waktu itu Dorodjatun sudah dewasa, adik-adiknya paham bahawa kakaknya tersebut adalah putera mahkota. Sehingga begitu dihadapannya maka komunikasi yang terjadi adalah sangat formal. Adik-adik Dorodjatun menyembah dan berbahasa kromo inggil atau Jawa halus yang menjadikan jarak terasa sangat jauh.
* Komunikasi tersirat ( tak jelas)
Penyerahan keris Jaka Piturun di hotel Des Indes di Betawi oleh ayahanda HB VIII bermakna sangat simbolis, meruapan tradisi di keraton jawa barang saipa diserahi pusaka Jaka Piturun maka terkandung maksud si pemberi atau sang raja telah menunjuk sipa penggantinya kelak. Artinya HB VIII telah meyerahkan tahta kepada Dorodjatun.
* Menganggap alam atau peristiwa alam mengkomunikasikan firasat tertentu.
Sebuah firasat petir menggelegar di siang hari tepat ketika HB VIII tiba di Stasiun Tugu konon suatu pertanda ada pembesar yang akan wafat. Dan ini memang kejadian, esok paginya HB VIII yang baru tiga hari bertemu dengan Dorodjatun, meninggal dunia setelah lama menderita sakit. Keyakinan ini memang sudang mendarah daging dalam kehidupan orang Jawa, masyarakat sering mengaitkan peristiwa alam dengan kehidupan raja atau kerabat kerajaan.
* Komunikasi dengan leluhur
Adanya bisikan gaib sebagai petunjuk keputusan untuk menandatangai kontrak politik dengan Belanda. Peristiwa itu terjadi tahun 1940 dimana sebelum dinobatkan menjadi raja terlebih dahulu ditandatangani kontrak politik calon raja dengan Belanda. Perundingan berjalan alot dan sudah memakan waktu empat bulan dan Dorodjatun belum juga menandatangani, dengan alasan kontrak tersebut sangat menguntungkan Belanda dan merugikan Raja serta rakyat jelata. Di tengah kecemasan dan kegelisahan karena terus ditekan Belanda calon HB IX ini mendapat wisik dalam wujud suara ” Tole tekeno, Belanda bakal lungo soko bumi Mataram ” . Dengan wisik ini Dorodjatun esoknya langsung tanda tangan dan tanpa berpikir lagi isi kontrak perjanjian bahkan membacanyapun tidak.

* Komunikasi singkat tetapi bermakna
Ketika Jepang datang di Indonesia, suasana genting, Belanda mengajak empat raja Mataram untuk menyelamatkan diri ke Australia, ajakan ini ditolak mentah-mentah oleh HB IX “ Apapun yang terjadi saya tidak akan meninggalkan Yogya, justru bila bahaya memanas saya wajib berada di tempat demi keselamatan keraton dan rakyat”.
Dan pada saat terjadi pemboman dibeberapa tempat di Yogya Bung Karno dan Bung Hatta sedang ada di gedung negara. Keadaaan semakin genting dan keputusan rapat semua harus meninggalkan gedung kecuali presiden dan wakil dan Sri sultan berkata “ saya harus kembali ke keraton”


* Komunikasi yang merendah dan tidak menonjolkan diri
Saaty itu Sri Sultan baru dalam perjalanan pulang datri bepergian. Di tengah jalan diwilayah Sleman ada wanita menyetop ngarso dalem dan ikut numpang sampai di pasar Kranggan. Wanita tidak tahu sama sekali bahwa mobil dan pengemudi tersebut adalah mobil yang disetir oleh sang raja sendiri. Barulah ketika samapai di pasar ada seseorang yang memberi tahu bahwa itu ngarso dalem, maka ia pingsan.
Kejadian serupa terjadi ketika Sri Sultan distop polisi di perbatasan Jawa Tengah Jawa Barat. Polisi yang tadinya tegas menanyakan rebuwes menjadi gugup ketika tahu pengemudinya adalah Sri Sultan.
Ketika memasuki istana bogor dalam tugas meninjau renovasi istana sopir digertak oleh CPM begitu tahu kalau sri sultan orang itu gagap dan penuh hormat menyuruh beliau masuk. Selanjutnya ketika pulang satu brigade CPM semua memberi hormat.
Demikian juga waktu perjalamnan dari pemalang mobil yang membawa Sri Sultan kehabisan air, lalu dr Halim yang nyetir minta air seember kepada penduduk setempat, seorang wanita. Begitu tahu yang berdiri disamping mobil adalah Sri Sultan maka sontak mulutnya bergumam-gumam mengucap sesuatu yang tidak jelas, mungkin doa, atau semacam istiqfar.

Beberapa contoh tadi menggambarkan komunikasi Sri Sultan dalam tradisi Jawa. Dimana beliau adalah seorang raja yang tinggal di dalam keraton, terikat adat yang kuat, banyak pusaka, berhubungan dengan leluhur, mistis dan ini mewakili masyarakat Jawa pada jamannya. Sedang disisi lain beliau ini berpendidikan Barat, bersikap demokratis berwawasan kedepan. Sosok pribadi Sultan yang asli, senang sepak bola, aktif di kepanduan, pejabat negara yang dapat mewakili orang Jawa jaman ini, jaman kemerdekaan.

LOW KONTEK
Sisi lain kehidupan orang Jawa di luar keraton pasca kemerdekaan telah banyak menggunakan low kontek, termasuk dilakukan oleh Sri Sultan sendiri.
* Pada masa perundingan Sri Sultan menunjukkan komunikasi yang demokratis
* Mengucapkan kawat ucapan selamat atas proklamasi kepada presiden dan wakil presiden RI
* Pernyataan Sri Sultan kepada Presiden dan Wakil bahwa Mataram mengakui kedaulatan Ri dan menjadi bagian, dan siap mendukung RI

Sedangkan dari buku Etika Jawa kami sarikan bahwa dalam kultur masyarakat Jawa terkandung kaidah dasar kehidupan masyarakat Jawa. Pertama adalah rukun atau kerukunan. Dan yang kedua adalah hormat atau penghormatan. Dalam konteks high, akan terlihat dengan jelas ketika orang Jawa sedang berkomunikasi. Meski sebenarnya ia tak setuju, bisa jadi menganggukkan kepala atau tersenyum meski sebenarnya tak suka. “Ya” nya orang Jawa bukanlah ya beneran tetapi sering hanya sebagai penghormatan kepada lawan bicara yang mungkin lebih tua, lebih berpangkat atau lebih berpendidikan. Sikap itu sering dilakukan juga untuk menjaga kerukunan. Yang ketiga ada ndengan apa yuang disebut keselarasan harti. Hal ini tampak sekali dalam ujud komunikasi high kontek, komunikasi yang sering dilakukan secara basa-basi atau kadang berbohong penuh kepura-puraan demi menjaga keselarasan, kerukunan dan penghormatan dalam masyarakat Jawa tradisonal.
Saya kira praktek-praktek komunikasi seperti ini sekarang di era inteletual, kaum terpelajar dan mahasiswa sudah terbuka wawasan, dan komunikasi yang dulu berjalan penuh basa-basi, atau diam, atau penuh kepura-puraan sudah mulai menjadi komunikasi rasional, nyata dan langsung.*******

Oleh : Dian Marhaeni K.

HAKIKAT FILSAFAT KOMUNIKASI

A. Pendahuluan
Ilmu komunikasi di tataran eksistensi ilmu-ilmu lainnya bisa dikatakan sebagai ilmu yang masih relatif muda. Namun melihat perkembangannya, ilmu komunikasi mengalami kemajuan yang relatif cepat akhir-akhir ini. Kenyataaan ini sangat didukung oleh inovasi bidang teknologi komunikasi seperti televisi, radio, film, komputer dan internet, satelit, telepon seluler dan sebagainya.
Di tengah-tengah kemajuan penggunaan penemuan baru komunikasi secara praktis di masyarakat. Secara keilmuan disiplin komunikasi juga mengalami kemajuan yang cukup pesat, teknik-teknik dan metode ilmu komunikasi telah membantu banyak disiplin ilmu lainnya untuk menyelesaikan masalah keilmuannya. Misalnya keberhasilan ilmu pendidikan, ilmu kedokteran, ilmu pertanian, ilmu ekonomi, antropologi, psikologi dan sebagainya.
Sebaliknya bagi ilmu komunikasi sendiri, ilmu ini juga bukan sebuah ilmu mandiri. Ilmu komunikasi adalah sebuah disiplin ilmu yang lintas sektoral, artinya ilmu komunikasi sejak mula berdiri dan pada perkembangannya amat dipengaruhi oleh keberadaan ilmu-ilmu sosial yang sebelumnya sudah eksis. Ilmu komunikasi berdiri ditengah-tengah ilmu-ilmu sosial seperti filsafat, sosiologi, psikologi, linguistik, antropologi, dan sebagainya.
Seperti layaknya ilmu-ilmu lainnya, maka ilmu komunikasi ingin senantiasa memberi manfaat kepada masyarakat. Meskipun pada perjalanannya ilmu komunikasi berkembang melalui perdebatan dan diskusi yang saling mendukung maupun saling kontroversi terutama di era kemajuan teknologi komunikasi massa. Karena pada dekade ini komunikasi mengalami massa keemasannya. Kondisi ini kemudian menyemarakkan kajian studi il;mu komunikasi di dunia pendidikan tinggi, yang sekaligus menunjukkan betapa pentingnya ilmu komunikasi untuk dikaji.
Begitu pentingnya arti ilmu komunikasi di tengah kebutuhan masyarakat yang kian kompleks. Suatu pertanyaan menggelitik muncul, sebenarnya apa ilmu komunikasi itu, mengapa ilmu komunikasi dikatakan berkembang pesat, bagaimana sesungguhnya ilmu ini dikembangkan?. Dan apa sebenarnya sumbangsih yang telah diberikan ilmu komunikasi dalam memberikan kemudahan kepada masayarakat menyelesaikan persoalan hidupnya?
B. Pembahasan
a. Pengertian komunikasi
Berbicara tentang komunikasi maka kita akan mulai dari keberadaaan retorika dan jurnalistik ( Hafied Cangara. 1998). Retorika dikatakan sebagai cikal bakal berdirinya ilmu komunikasi. Adapun pada perkembangannya, maka jurnalistik atau publisistiklah yang menjadi tonggak ilmu komunikasi ( Phil Astrid S. Susanto, 1986). Ilmu komunikasi terus mengalami perkembangan hingga dijaman moderen ini. Ilmu komunikasi berkembang pada dunia surat kabar, film, radio, televisi, komputer dan satelit. (Hafied Cangara, 1998). Di benua Amerika publisistik ini kemudian dinamakan ilmu komunikasi. Istilah Ilmu komunikasi berasal dari aspek persuratkabaran yakni jurnalism atau jurnalistik. Suatu pengetahuan tentang seluk beluk pemberitaan, mulai dari peliputan bahan berita melalui pengolahan sampai penyebaran berita.
Pada perkembangan selanjutnya ternyata yang disiarkan surat kabar tak hanya informasi jurnalism saja, sehingga berkembanglah penyiaran pernyataan manusia tersebut menjadi mass media communication atau mass communication. Kemudian oleh para pakar, yang dianggap mass media tersebut adalah surat kabar, radio, televisi dan film. Karena memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh mass media komunikasi lainnya seperti, poster, pamlet, surat, telepon dan sebagainya.
Dalam proses komunikasi secara total, dinyatakan bahwa komunikasi melalui media massa itu hanya merupakan satu dimensi saja. Sebenarnya ada dimensi-dimensi lainnya yang menjadi objek studi suatu ilmu. Dan ilmu yang mempelajari dan menelitinya bukan mass media communications sience saja melainkan mass communication.
Pada tahun 1960 Carl Hovland memunculkan istilah Science of communications yang ia definisikan sebagai:
“a systematic atteamp to formulate in rigorous fashion the principles by which information is transmitted and opinions and attitudes are formed”
(suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan dengan cara yang setepat-tepatnya asasa-asas pentrasmisian informasi serta pembentukan opini dan sikap)
Dimunculkan istilah ilmu komunikasi ini ternyata banyak menimbulkan pro dan kontra di antara para pakar disiplin ilmu lainnya. Para ilmuwan lain sebagian berpendapat bahwa komunikasi itu bukan ilmu. Namun demikian pakar ilmu komunikasi tetap bersikukuh bahwa komunikasi sudah dianggapnya sebagai sebuah ilmu. Bagi para pakar komunikasi ini, sebagai ilmu yang paling penting adalah apakah ilmu itu nanti bisa memecahkan masalah sosial atau tidak.

b. Hakikat filsafat komunikasi

Filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman (verstehen)
secara fundamental, metodologis, sismatis, analitis, kritis, dan holitis teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan metodenya. Adapun menggambaran itu secara sederhana adalah sebagai berikut.

- Bidang Komunikasi : komunikasi sosial, komunikasi organisasional, komunikasi bisnis,
komunikasi politik, komunikasi internasional, komunikasi
antarbudaya, komunikasi pembangunan, komunikasi tradisional,
dan lain-lain.
- Sifat Komunikasi : komunikasi verbal (komunikasi lisan, komunikasi tulisan), komunikasi nirverbal (komunikasi Kial, komu8nikasi gambar), komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia.
- Tatanan Komunikasi : komunikasi pribadi ( intrapribadi, antar pribadi), komunikasi
kelompok ( ceramah, forum, symposium, diskusi panel, seminar curah saran) , komunikasi massa (surat kabar, majalah, radio, televisi, film dll) , dan komunikasi medio( surat, telepon, pamflet, poster, spanduk, dll)
- Tujuan komunikasi : mengubah sikap, mengubah opini, mengubah perilaku, mengubah
masyarakat, dan lain-lain.
Fungsi komunikasi : menginformasikan, mendidik, menghibur, mempengaruhi, dan
sebagainya.
- Teknik komunikasi : komunikasi informative, komunikasi persuasive, komunikasi
pervasive, komunikasi koersif, komunikasi intruktif, hubungan
manusiawi.
- Metode komunikasi : jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, propaganda, perang
urat syaraf, perpustakaan, dan lain sebagainya.

Jadi filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman-pemahamannya di sini dalam arti secara mendalam.

c. Pengembangan ilmu komunikasi
Sejak proses muncul istilah ilmu komunikasi tak dapat dipungkiri melalui diskusi, perdebatan dan pro serta kontroversi yang panjang. Tetapi itulah sesuatu yang lazim dalam proses perkembangan sebuah ilmu pengetahuan sebagaimana juga ilmu komunikasi. Berdirinya kelompok diskusi di berbagai perguruan tinggi yang senantisa mengamati, mengkaji dan, menganalisa fenomena masyarakat yang merupakan fenomena komunikasi mau tidak mau memunculkan berbagai pendapat, tanggapan dan proses ini justru memperkaya khasanah keilmuan dan menambah wacana untuk kemajuan ilmu komunikasi. Salah satunya adalah dengan dilakukannya penelitian di bidang komunikasi oleh para mahasiwa and para pakar kiomunikasi. Penelitian bidang ilmu komunikasi juga mengalami perkembangan sesuai perkembangan teori-teori komunikasi dan fenomena komunikasi dimasyarakat. Untuk membedakan apakah itu sebuah penelitian komunikasi atau tidak maka ada batas-batas yang perlu dipahami sebagai penelitian komunikasi.
Karakteristik penelitian komunikasi meliputi.
1. Merupakan fenomena komunikasi
2. Mencakup salah satu atau lebih dari elemen atau unsure komunikasi
3. Focus pada levels of communications
4. Communication middle range theory

Kecenderungan yang menonjol pada penelitian komunikasi dewasa ini adalah pada sector komunikasi massa, yang terimplikasi dari penemuan dasyat teknologi komunikasi massa. Kemajuan teknologi ini terutama televisi berpengaruh pesat terhadap penelitian bidang ilmu komunikasi, tertama komunikasi massa. Kajian mengenai media komunkasi dan khalayak mencapai puncaknya di sini. Dimana studi para ilmuwan komunikasi dalam mengkaji komunikasi massa mengalami fasae-fase sebagai berikut:
Phase 1 : All-powerfull media
• terjadi antara 1920 an s.d. perang dunia II
• asumsi: media punya kekuatan pengaruh secara langsung dan kuat
• metodologi penelitian yang diterapkan kualitatif (observasi)
• media yang dikaji: media cetak, radio dan film.

Phase 2 : Theory of powerfull media put to the test
• terjadi sejak perang dunia II
• asumsi: media hanya memiliki kekuatan pengaruh yang kecil atau terbatas dan hanya berfungsi sebagai perantara
• metodologi penelitian yang diterapkan: kuantitatif survai
• media yang dikaji : media cetak, radio, dan film

Phase 3 :Powerfull media rediscovered
• terjadi tahun 1960-1970
• asumsi : media tetap memiliki kekuatan pengaruh yang kuat
• metodologi penelitian yang diterapkan (kuantitif, longitudinal survay)
• media yang dikaji : umumnya televisi.

Phase 4: negotiated media influence
• terjadi sejak awal 1970 an
• asumsi: media memiliki kekuatan pengaruh yang kuat khususnya dalam mengkonstruksi gambaran khalayak mengenai realitas social.
• metodologi yang ditetapkan: kualitatif (paradigma konstruktivisme)
• Media yang dikaji: umumnya televisi.

Fenomena penelitian media phase 4 ini semakin marak sejalan dengan kemajuan media teknologi komunikasi massa televisi. System globalisasi media, dimana terjadi keserempakan isi media di seluruh dunia menciptakan ciri masyarakat baru yaitu masyarakat global.
Bidang penelitian komunikasi kemudian berkembang secara kreatif dengan tumbuhnya metode-metode komunikasi yang meneliti hubungan isi media dan khalayak. Metode yang lazim dikembangkan tersebut diantaranya sebagai berikut.
Metode komunikasi kuantitatif mengembangkan penelitiannya sebagai berikut:
1. Content analysis
Penelitian analisis isi mengkaji isi pemberitaan media, peneliti bermaksud mengetahui kecenderungan isi media baik dari karakteristik isi berita maupun subtansinya. Karakteristik berita tertentu yang diteliti yang kemudian diukur secara kuantitas. Penelitian dengan membandingkan lebih dari satu media bertujuan memperoleh data mengenai keberpihakan media tertentu kepada orientasi pemberitaan tertentu.
2. Setting agenda
Pokok pemikiran teori agenda setting dari Maxwell Mc Combs dan Donald Shaw adalah berkaitan dengan fungsi belajar dari media massa. Diasumsikan bahwa khalayak tidak hanya mempelajari isu-isu pemeberitaan, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik berdasarkan cara media massa memberikan penekanan terhadap isu atau topik tersebut. Hal-hal yang dipandang penting oleh media, kemudian juga dipandang penting oleh khalayak. Dengan kata lain agenda media kemudian menjadi agenda khalayak atau puiblik.
3. Uses & gratifications
Uses and Gratifications adalah pendekatan penelitian yang menitik beratkan pada riset khalayak dan bukan pada isi pesan yng dibawa oleh media, khalayak aktif dan selektif yang tidak dapat digerakkan oleh pesan yang dibawa media. Asumsi teori dari Palmgreen ( 1985) tentang teori ini adalah adanya faktor social psikologis dari kebutuhan yang melahirkan harapan-harapan terhadap media massa atau sumber lain yang mengakibatkan perbedaan pola terpaan media sehingga menghasilkan kepuasan kebutuhan dan akibat-akibat lainnya.
4. Niche
5. Comm Network

Analisis jaringan komunikasi merupakan salah satu metode penelitian bidang komunikasi yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pendekatan teori konvergensi. Masalah-masalah pokok yang ditanyakan oleh peneliti komunikasi berubah dari “apa efek komuniksi?” kepada “ apa yang dilakukan manusia dalam berkomunikasi?” (Bambang Setiawan, 1983). Rogers dan Kincaid (1982) memberikan pengertian jaringan komunikasi dengan “ jaringan komunikasi terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan yang dihubungkan oleh arus informasi yang terpola.”
6. Experimental
Beberapa hal penting mengenai metode eksperimen adalah bahwa suatu penelitian yang berusaha melihat hubungan sebab akibat dari satu atau lebih variabel independen dengan atau lebih variabel dependen. Peneliti mealkukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel independen. Manipulasi berarti merubah secara sistematis sifat (nilai-nilai) variabel bebas sesuai dengan tujuan penelitian. Berikutnya peneliti mengelompokkan subjek penelitian (responden) kedalam kelompok eksperiemen dan kelompok kontrol. Di dalam desain klasik, kelompok eksperimen adalah kelompok subjek yang akan dikenai perlakukan (treatmen). Sedangkan yang dimaksud dengan perlakukan atau treatmen adalah mengenakan (exposed) variabel bebas ysng sudah dimanipulasi kepada kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok subjek yang tidak dikenai perlakukan. Setelah itu peneliti membandingkan nilai hasil uji kelompok eksperimen yang dikenai perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakukan. Sehingga pengaruh sebab akibat antara variabel independen dengan variabel dependen diperoleh dari selisih score (nilai) observasi masing-masing kelompok tersebut.
7. Survay
Riset survai mengkaji Populasi (univers ) yang besar atau kecil dengan mengkaji atau menyeleksi sample yang diambil dari populasi untuk menemukan insidensi, distribusi dan interelasi relatif variabel-variabel sosiologi dan psikologi (Kerlinger, 1986). Arah minat penelitian survai adalah membuat taksiran yang akurat mengenai karakteristik populasi. Riset survai ini dibangun dalam pendekatan ilmu social positivistic; bersifat kuantitaif; menanyakan kepada responden tentang karakteristik, opendapat, sikap, kepercayaan dan berilaku mereka; mengukur beberapa variabel; menguji hipotesis (W. Lawrence Neuman, 2000). Dalam penelitian ini kuesioner sebagai pengumpul data utama. (Singarimbun, 1989)

Sementara itu metode penelitian komunikasi kualitif yang lazim adalah diantaranya
1. Semiotic
Menurut Preminger, semiotic adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu itu menganggap bahwa masayarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotic itu memperlajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dan ditambahkan oleh Santoso, (1993), seorang penafsir salah satunya yang berkedudukan sebagai peneliti , pengamat dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cerrmat, segala sesuatunya akan dilihat dari jalur logika yakni hubungan penalaran dengan jenis penandanya. Hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya dan hubungan pikiran dengan jenus petandanya.
2. Discourse analysis
Analisa wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatic) bahasa. Analisis wacana menurut Littlejohn lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi , ucapan tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana. Dalam upaya menganalisis struktur bahasa yang lebih besar dari kalimat tersebut. Analisis wacana tidak terlepas dari pemakaian kaidah berbagai cabang ilmu bahasa seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi dan fonologi.
3. Framing analysis
Dalam penelitian framing, diartikan sebagai perspektif yang digunakan komunikator dan audience untuk menggambarkan topik berita. Ada dua tipe framing yaitu penentuan topik sentral dan penonjolan relatif dari sejumlah aspek pada topik. ( penelitian Miller, Andsager dan Reichert, 1998)
Framing juga diartikan hubungan antara efek agenda setting dengan ekspresi opini publik tentang figure atau objek ditanpilan media. Dasarnya adalah psikolofgi priming yaitu perhatian selektif oleh publik. Orang tidak bisa memberikan perhatian pada semua objek.
4. Symbolic interacsionism
Interaksi simbolis memiliki inti dasar umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Melzer (dalam Littlejohn, 2001)memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksi simbolis. Sebagai berikut:
- Orang-orang dapat mengerti beberapa hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol.
- Berbagai arti dipelajari melalui interaksi diantara orang-orang. Arti muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.
- Seluruh struktur dan institusi sosal diciptakan dari adanya interaksi diantara orang-orang
- Tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampau saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja.
- Pikiran terdiri dari sebuah percakapan internal yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.
- Tingkah laku terbentuk atau tercipta di alam kelompok siosial selama proses interaksi.
- Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya belaka. Pemahaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti.
5. Etnographie study
Penelitian etnografi atau penelitian budaya pada dasarnya mempelajari fenomena budaya masyarakat tertentu yang dilihat dari aspek fenomena komunikasinya.
6. dll

Selain dapat dilihat dengan perkembangan metode penelitiannya, perkembnagan ilmu komunikasi juga mengalami kemajuan bersamaan dengan kemajuan teori-teori yang dinyatakan oleh para pakar komunikasi. Teori-teori yang dewasa ini banyak dikenal dan dipakai sebagai rujukan penelitian dikalanagan sarjana komunikasi adalah the bullet theory of communication, Lasswell’s model, S-O-R theory, S-M-C-R theorythe Osgood and Schramm circular model, the theori of cognitive dissonance dan sebagainya. Sementara itu teori komunikasi tahap lanjuta terkenal dengan teori four theori of the press, individual defferences theory, social categories theory, social relationship theory, cultural norms theory, social learning theory, diffusion of innovations model, agenda setting, uses and gratifications model dan clozentropy theory. Sebagian dari teori yang relevan dengan penelitian ilmu komunikasi telah penulis singgung diatas.

d. Kegunaan ilmu komunikasi.
Seperti pada umumnya ilmu-ilmu lainnya maka suatu ilmu harus dalpat memecahkan persoalan masyarakat. Seperti yang telah dikemukakan juga oleh Littlejohn, bahwa ilmu pengetahuan yang bertanggung jawab melibatkan suatu kewajiban untuk meningkatkan perubahan yang positif. Demikian juga ilmu komunikasi. Secara keilmuan metode dan teknik komunikasi tentang efektif telah turut memecahkan permasalahan yang paling urgern ialah bagaimana mengungkap rahasia komunikasi terhadap orang-orang yang tidak bisa melakukan komunikasi secra verbal baik karena kelemahan fisik atau karena proses komunikasi lintas budaya.
Secara praktis ditambahkan oleh Onong, ilmu komunikasi apabila diaplikasikan secara benar akan mampu mencegah dan menghilangkan konflik anatar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa dan bagi seluruh manusia penghuni bumi. Karena kesalahan komunikasi akibat kemajuan teknologi bisa menyebabkan salah komunikasi, yang pada gilirannya salah intepretasi, dan pada giliran berikutnya adalah salah pengertian. Dan pada hal tertentu akan mengakibatkan salah perilaku. Yang bisa mengakibatkan sesuatu yang fatal akibat salah komunikasi.(Onong Uchana Effendi, 2003)
Dalam kondisi interpersonal, ilmu komunikasi membantu menyukseskan teknik komunikasi antar pribadi yang tidak bisa dijangkau oleh jenis komunikasi yang lain. Dalam persuasi maka teknik komunikasi telah mengalami andil yang cukup besar dalam keberhasilan dibidang keluarga berencana, pemasaran, kedokteran, perbankan, pendidikan luar biasa dan sebagainya.
Secara kelompok komunikasi juga telah menyukseskan perogram penyuluhan dengan sistem penyuluhan langsung, penyebaran informasi KB maupun proses belajar mengajar di bangku sekolah dan perguruan tinggi. Komunikasi kelompok juga telah terbukti mengefektifkan kegiatan komunikasi seperti presentasi, negosisi, diskusi dan sebagainya.
Di bidang komunikasi massa, dengan kemajuan teknologi komunikasi maka arus informasi dunia menjadi tidak terbatas. Komunikasi massa telah membawa nilai-nilai baru dalam masyarakat. Karena kemajuan teknologi komunikasi, masyarakat dunia begitu mudah mengakses seluruh informasi dunia secara serempak. Munculnya komunikasi massa televisi terutama, turut mendidik masayarakat menciptakan iklim demokrasi, berpartisipasi politik dalam kampanye pemilu dan pemilihan presiden serta melakukan kontrol kepada penguasa.
Namun demikian dampak kemajuan teknologi komunikasi ini juga menuntut kalangan ilmuwan komuniksi untuk tetap bekerja dan terus mengkaji, bagaimana mengkounter dampak penemuan bidang ilmu komunikasi ini agar tetap menjaga nilai-nilai etis dalam masyarakat, mengkomunikasikan kebenaran dan secara positif tetap berguna bagi masyarakat dalam menyelsaikan masalah hidupnya.

Daftar Pustaka

A. Eko Setyantyo, Eksperimen dalam Bidang Komunikasi, Diktat Mata Kuliah, Surakarta, 2004
-----------------, Agenda Setting, Diktat Mata Kuliah, Surakarta, 2004.
------------- ---, Riset Jaringan Komunikasi, Diktat Mata Kuliah, Surakarta, 2004.
---------------- , The Premise of Media Effek, Diktat Mata Kuliah, Surakarta, 2004.
---------------, Use and Gratifications Reseacrh, Diktat Mata Kuliah, Surakarta, 2004.
---------------, Riset Survay, Diktat Mata Kuliah, Surakarta, 2004.
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Remaja Rosdakarya, Bbandung, 2002.
Hafied Cangara, Lintasan Sejarah Ilmu Komunikasi, Usaha Nasional, Surabaya, 1998.
Onong Uchjana Effendy, (2003), Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Baktio, Bandung.
Phil Astrid S. Susanto, Filsafat Komunikasi, Binacipta, Bandung, 1986.
Stephen W. Littlejohn, Theories Of Human Communications, Wadsworth, New Mexico, 2001.

ANAK-ANAK DAN IKLAN TELEVISI FENOMENA DEHUMANISASI ANAK PADA IKLAN TELEVISI

A. Eksplotasi anak di iklan televisi.
“ Papaku punya kapal pesiar”, “ Papaku punya kijang Innova”. Itulah kira-kira penggalan dialog pada iklan Toyota Kijang Innova baru-baru ini. Ada tiga anak yang masing-masing membanggakan kekayaan orang tuanya. Dan anak yang ketiga berseru bangga dengan menyebut “papaku punya kijang innova”.
Simak iklan lain seperti iklan bank Mega yang mempromosikan hadiah 400 Daihatsu Xenia. Dan seorang anak perempuan pada akhir penayangan iklan itu berkomentar “ Empat ratus gitu lho”. Lain iklan bank Mega, lain lagi dengan produk elektronik yang menawarkan kalkulator merek Karce, di akhir tayangan iklan tersebut juga muncul komentar anak “ pakai Karce pasti untung, anak kecil saja tahu”. Dan terakhir penulis contohkan tayangan iklan produk elektronik merek LG, yang menanpilkan komentar anak di akhir tayangan iklannya“ EEELLL JJJJIIII”
Empat iklan di atas hanyalah beberapa contoh saja iklan televisi yang belakangan ini menghiasi televisi Indonesia. Iklannya sebenarnya biasa-biasa saja. Yang menarik adalah hadirnya anak-anak dalam tayangan iklan tersebut. Anak-anak dengan kepolosannya telah hadir dengan berbagai karakter. Anak-anak tidak lucu lagi dalam beriklan, karena mereka tampil layaknya orang dewasa yang tahu akan spesifikasi produk yang diiklankannya.
Iklan anak-anak yang hadir dengan bintang anak-anak dengan berbagai macam karakter merupakan fenomena yang menarik di iklan televisi kita. Ada dua jenis tampilan iklan dengan bintang anak-anak tersebut. Pertama iklan hadir dengan bintang anak-anak atau bintang cilik yang khusus mengiklankan produk untuk konsumsi anak-anak. Untuk jenis iklan ini misalnya, iklan makanan dan minuman, iklan susu, iklan multivitamin dan obat-obatan, iklan kebutuhan sekolah dan sebagainya yang intinya iklan ini memang menawarkan produk untuk kebutuhan anak-anak. Dalam iklan ini segmen yang dituju adalah anak-anak atau orang tua yang mendampingi anak ketika menyaksikan iklan di televisi.
Jenis kedua adalah iklan dengan bintang anak-anak, tetapi iklan ini sesungguhnya tidak menawarkan produk untuk konsumsi anak-anak. Iklan ini telah sengaja direkayasa atau hasil kreatifitas tim kreatif periklanan untuk mencapai tujuan tertentu. Segmentasi yang hendak di bidik sebenarnya adalah orang dewasa. Tetapi justru tampilan iklan di pakai anak-anak. Produk yang diklankan anak-anakpun jika mungkin ditanyakan kepada anak-anak atau bintang anak itu sendiri, mereka tidak akan paham pada fungsi atau keunggulan produk yang diiklankannya. Misalnya ketika anak mengiklankan produk peralatan elektronik, perbankan obat-obatan atau bahkan mobil. Anak mungkin benar-benar tidak paham, mereka harus diberi pengertian oleh orang tuannya terlebih dahulu.
Tetapi itulah kenyatannya , saya menyebutnya eksploitasi anak-anak dalam periklanan televisi. Karena anak-anak dengan sifat kanak-kanaknya telah dilibatkan dalam kegiatan periklanan untuk mencapai tujuan tertentu, tanpa anak-anak tersebut menyadarinya. Dan pada dasarnya pelibatan ini mutlak untuk memenuhi kepentingan orang dewasa. Lalu siapakah yang punya kepentingan di dalamnya, orang tua, media, produk, atau siapa ?

B. Anak-anak mamandang dunianya yang murni
Kalau kita perhatikan tampilan anak anak sebagai bintang di iklan televisi, usia mereka berkisar antara 5 sampai dengan 12 tahun. Secara psikologi usia anak-anak tersebut dikategorikan usia kanak-kanak. ( Burlock, 1994, hal: 108 ) Pada usia tersebut anak-anak mengalami perkembangan pesat baik secara fisik, berbicara, emosi dan perilaku sosialnya. Anak juga mengalami perkembangan dalam kemampuan bahasanya
Di usia ini anak mengalami pertumbuhan pesat pada jaringan otak dan jaringan syarafnya. Di mana anak mulai belajar bersosialisiasi dengan lingkungannya. Karena baru dalam taraf belajar dan anak baru mengenal dunia yang baru di pelajarinya maka pikiran anak-anak ibarat kertas putih yang belun ada gambarnya. Masih sangat polos dalam mempersepsi lingkungannya. Sehingga dalam taraf ini masih dibutuhkan peran aktif orang tua dalam membimbing dan mendidik anak-anak ini. Dalam usia ini pula peran orang tua menjadi sangat dominan.
Menurut Kartini Kartono, pakar psikologi anak, dalam keadaan normal pikiran anak-anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang. Anak betul-betul dalam stadium belajar, dan minat anak pada stadium ini adalah minat sekali pada sesuatu yang bergerak. ( Kartini Kartono, 1995 hal. 138). Ditambahkan minat kepada sesuatu yang bergerak ini akan membantu bagi si anak dalam merangsang daya kreatifitasnya. Sebaliknya bila anak terbiasa tidak bergerak seperti menonton televisi, justru akan menghambat kreatifitasnya. (Ummi, edisi Mei, hal:48) Seyogyanya memang anak dilibatkan dengan aktifitas tubuh bergerak karena ini sesuai dengan kemampuan dan kesukaannya terhadap sesuatu yang bergerak yang menjadi dunianya.
Di dalam masa ini yang lebih menonjol pada kehidupan anak-anak dalam perkembangan otaknya adalah bahwa anak-anak mengalami kehidupan fantasi. ( Kartini Kartono, 1995) Tidak heran jika anak-anak menyukai cerita fantasi seperti dongeng atau film fantasi tentang dunia luar angkasa yang ditontonnya di televisi. Anak kemudian mengembangkan imajinasinya memasuki dunia yang penuh fantasi ini. Kadang kemudian anak membayangkan menjadi tokoh atau bersifat seperti tokoh dalam fantasinya. Anak juga mempunyai imajinasi menjadi bintang, baik penyanyi atau pemain sinetron atau bintang iklan di televisi. Sehingga anak akan senang sekali melihat tampilan anak-anak yang lain di televisi.
Selain itu dunia anak-anak tak lepas dengan aktifitasnya yaitu bermain. Sehingga seorang pakar psikologi anak mengatakan bahwa dunia anak-anak adalah bermain. Pada masa awal anak-anak disebut juga tahap mainan, karena dalam periode ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Dan pada akhir masa kanak-kanak atau menjelang anak memasuki remaja ia ingin memainkan permainan-permainan “dewasa”. (Elizabeth B. Hurlock. 1994…..) Permainan dewasa yang dimaksud bisa berupa peniruan peran-peran orang dewasa pada masa akhir masa anak-anak sekitar umur 12 tahun. Bisa pada cara berbusana atau kebiasaan orang dewasa.
Masih oleh Hurlock, dikatakan juga bahwa kesukaan bermain pada anak akan sangat ini ditentukan oleh kematangan dalam bentuk permainan tertentu dilingkungan di mana ia dibesarkan. Misalnya anak yang sangat cerdas menyukai permainan sandiwara, kegiatan-kegiatan kreatif, dan buku-buku yang bersifat informasi daripada yang hanya bersifat menghibur. Pada dasarnya kegiatan anak cerdas dalam hal ini adalah permainan yang dinamis. Pada kesukaannya terhadap media, anak senang melihat film kartun, binatang dan film rumah yang menggambarkan anggota keluarga. Anak-anak juga senang mendengarkan radio, tetapi lebih senang melihat televisi. Mereka senang melihat acara untuk anak-anak. Karena acara ini selain dekat dengan dunianya, acara anak-anak lebih mudah dipahami bagi anak-anak.
Sementara itu pada perkembangan minat pada anak, ditekankan oleh Hurlock bahwa anak lebih menunjukkan minat pada diri sendiri, yang ini didapat melalui banyak cara. Yang paling sering adalah mengamati dirinya melalui kaca, mengamati bagaimana tubuh dan pakaiannya, mengajukan pertanyaaan tentang dirinya, membandingkan milik dan prestasi dirinya dengan milik dan prestasi temannya., membanggakan milik dan prestasinya atau mengganggu untuk menarik perhatian ( Hurlock, 1994 Hal. 128)
Anak-anak dalam kehidupannya juga mengenal dunii meniru. Karena pada taraf belajar, anak memang mencontoh pada orang tua atau kehidupan orang di sekitarnya. Pada awal masa anak-anak kegiatan ini menjadi sangat dominan. Oleh karenanya anak-anak menjadi suka meniru orang dewasa, mereka mengimitasi kebiasaan orang luar dari keluarganya, juga dengan melalui media yang ditontonnya. Peniruan ini dilakukan terhadap tampilan anak-anak ataupun orang dewasa. Dan focus perhatian anak adalah pada tampilan pakaian. Tetapi Biasanya anak meniru gaya berdandan orang dewasa, bermake up seperti orang dewasa, berbusana dan berbicara meniru gaya orang-orang dewasa. Hadirnya televisi di rumah membuat anak banyak berimprovisasi dengan gaya-gaya iklan. Mengimitasi cara berkomunikasi iklan baik dengan bintang anak-anak atau orang dewasa. Anak-anak juga mengimitasi perilaku, pakaian dan gaya hidup para bintang di televisi.
Anak-anak secara psikologis akan merasa aman dalam kasih sayang orang tua. Dengan kasih sayang orang tua, anak akan merasa terlindungi dan aman dalam bermain, belajar atau berprestasi. Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya, dalam benaknya merasa tidak aman, tidak ada yang melindungi, sehingga dalam pergaulan lingkungan sosialnya anak bisa menjadi minder dan ketakutan.
Anak memiliki hak sepenuhnya dari orang tuanya akan kasih sayang, perlindungan. Menurut pakar dan pemerhati anak, Seto Mulyadi, hak untuk tumbuh dan berkembang bagi anak ini termasuk hak untuk memperoleh bimbingan dan pendidikan dengan cara-cara yang benar, sehingga seluruh potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. (Irwan prayitno, 2003. hal vi)
Anak-anak juga disebut memasuki masa ego, rasa ini akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sifat ego ini menggambarkan semua keinginan anak harus dituruti. Ada yang menyebutnya juga “kemaratu-ratu”. Seperti raja yang keinginannya harus dipenuhi dalam waktu itu juga. Agaknya sifat ini yang benar-benar dimanfaaatkan oleh media atau produk untuk merancang persuasi bagi anak-anak. Seperti pada tayangan acara dan rancangan iklan anak-anak.
Karena sifat anak-anak yang ego, kasih sayang, bermain dan belajar juga karena kondisi psikisnya yang masih sangat labil maka anak masih sangat tergantung pada orang tua. Sehingga peran orang tua menjadi dominan dalam mengarahkan masa depan anak-anaknya. Bagaimanapun sikap dan perilaku orang tua menentukan dan membangun perkembangan konsep diri bagi anaknya. Cita-cita orang tua terhadap anaknya berperanan dalam mengembangkan konsep dirinya. Kalau harapan orang tua terlalu tinggi anak cenderung gagal. Dan kegagalan ini bagi si anak oleh Hurlock dikatakan akan meninggalkan bekas yang tidak terhapuskan pada konsep diri dan dan meletakkan dasar-perasaan rendah diri dan tidak mampu ( Hurlock, 1994, hal. 132)
Kepentingan anak untuk berprestasi
Selain itu dunia anak mengenal dunia berkreasi. Dalam taraf ini kreratifitas mencapai puncaknya. Anak mulai belajar berekspresi. Di dalam dunia yang penuh fantasi, anak sering membayangkan dirinya sendiri, bagaimana bila ia menyanyi dan jadi penyanyi, jadi bintang sinetron, bintang iklan, jadi juara dan sebagainya. Anak kemudian mewujudkan keinginannya ini dalam bentuk cita-cita yang tinggi. Setelah anak mencapai 12 tahun ia mengalami tahap lengkap dan komplit dimana anak-anak memiliki ciri rohani dan jasmani yang baik, ketenangan dan pengendapan perasaan, minat yang besar dan segar terhadap macam peristiwa, ingatan yang sangat kuat, dorongan ingin tahu yang besar dan semangat belajar yang tinggi ( Kartini Kartono, 1995, hal 145).

Kepentingan anak terhadap produk
Karena sifat menirunya ini maka anak punya kepentingan terhadap produk. Maksudnya bahwa anak-anak ingin merasakan, ingin menggunakan produk-produk seperti yang diiklankan di televisi. Karena sifat kanak-kanaknya ini maka anak ingin kebutuhannya di penuhi oleh orang tuanya. Produk apa saja bagi anak yang ini merupakan kebutuhan hidupnya seperti, makanan, minuman, mainan dan sebagainya. Tetapi ini sejauh pada kepentingan untuk merasakan dan menikmati produk. Adanya fenomena iklan untuk mempromosikan produk iklan dewasa semata-mata bukan kepentingan si anak atau menggaet pasar anak. Ini fenomena lain, bahwa anak-anak dilibatkan dalam iklan produk orang dewasa, jelas bahwa ada kepentingan orang dewasa yang masuk di dalamnya.
Secara ekonomi anak memang belum berkepentingan dengan urusan mencari nafkah, anak ada dalam lindungan orang tua dan hidup dengan nafkah orang tua. Adanya anak-anak yang bekerja di bawah umur adalah kasuistik atau bisa dikatakan tidak wajar. Ada alasan ketika anak harus bekerja dan mencari nafkah, dalam hal ini karena terpaksa atau dipaksa oleh pihak ketiga untuk mencari nafkah. Dan ini melanggar UU perlindungan anak.
Tampilnya anak-anak di media karena prestasi atau hobi adalah berkaitan dengan prestasi si anak. Anak menyadari dan tahu benar kepentingannya ketika ia tampil di media menyanyi atau menjadi bintang iklan. Karena arahan dan bimbingan orang tua. Tetapi lama-kelamaan tampilan anak tersebut sudah dimanfaatkan oleh orang tuanya atau orang lain untuk kepentingan produk.
Untuk kepentingan ini pula maka anak-anak dalam segmentasi tersendiri juga telah dimanfaatkan oleh iklan televisi. Kepolosan anak-anak dijadikan lahan empuk. Banjirnya acara anak-anak ditelevisi bukan tanpa alasan. Segmen anak telah mendatangkan keuntungan besar bagi kalangan media. Munculnya televisi yang dengan tegas mengatakan bahwa media nya adalah media khusus untu anak atau televisi anak menjawab semuanya. Meski baru memiliki ijin tayang sejabotabek, Space Toon, televsisi khusus anak ini menghadirkan acara anak hingga jam satu malam.
Hadirnya televisi anak menunjukkan itu juga.bahwa segmentasi anak-anak adalah lahan pada yang sangat potensial dari segi ekonomi. Watak polos anak-anak yang secara psikologis memiliki sifat segala keinginannya dituruti saat itu juga diambil kesempatan oleh media untuk meraup keuntungan. Salah satu caranya adalah dengan mempengaruhi persepsi anak-anak terhadap suatu produk dengan iklan-iklan yang hadir sesuai dengan imajinasi anak.
Sehingga anak-anak akan tertarik, dan mempengaruhi atau minta kepada orang tua mereka untuk membelikannya. Padahal pada mulanya dengan iklan anak maka yang di dapat produk adalah pasar anak sekaligus orang tua. Karena anak tidak bisa membeli sendiri produk tetapi minta bantuan orang tua. Model iklan seperti ini telah dimanfaatkan benar oleh produk makanan tertentu di iklan televisi. Dengan membidik anak sebagai bintang iklan dan diiklankan pada acara anak maka yang diperoleh dua sasaran pasar sekaligus. Yaitu orang tua dan anak.
Hanya diiming-imingi hadiah mainan yang tidak bisa dibeli di manapun, maka anak-anak akan tertarik untuk membeli produk makanan tersebut bersama keluarga, orang tua kakak, nenek, pembantu sampai sopirnya. Trik iklan model ini sepertinya kemudian ditiru oleh iklan produk lain yang menginginkan sasaran gana dalam satu kali iklan. Khususnya untuk produk makan cepat saji.
Namun fenomena hadirnya iklan anak yang dimanfaatkan mengiklankan produk orang dewasa adalah hal lain. Anak juga telah dilibatkan untuk mengenalkan gaya hidup tertentu kepada orang dewasa. Dalam kasus ini kata-kata “ anak kecil saja tahu”, atau “papaku punya kijang Innova” adalah kata-kata yang menunjukkan posisi, “ aku ini siapa”. Memandang pada status dan posisi seseorang di lingkungannya. Konsep seperti ini secara psikologis belum ada dalam pandangan anak-anak.

C. Kapitalisme dan komersialisme media
Hadirnya 11 stasiun televisi ditahun 2005 mau tidak mau, menciptakan era kompetisi stasiun televisi yang cukup ketat. Berbagai ragam acara dicipta sesuai dengan kemampuan lembaganya masing-masing. Salah satu strategi yang jitu adalah menciptakan acara dengan biaya yang rendah dan mendatangkan iklan berlimpah untuk acara tersebut. Bagi stasiun televisi yang masih muda usia, kebijakan ini ditempuh untuk menjaga keberlangsungan hidup lembaga televisi. Bagi stasiun televisi yang sudah eksis, hadirnya iklan yang berlimpah tetap menjadi tujuan utamanya. Stasiun televisi mulai menumpuk keuntungan dan melakukan ekspansi baik horizontal maupun vertical. Jadilah kemudian dominasi kepemilikan saham atau dobel kepemilikan pada lebih dari satu stasiun televisi.
Media dengan kepemilikan dominan tunggal ini memunculkan system kompetisi yang unik. Masing-masing stasiun televisi meskipun mulai menampilkan sasaran khalayak yang lebih khusus meski tetap memiliki format acara yang relatif seragam. Masing-masing televisi berusaha melakukan posisioning untuk menjadi televisi khas dan memiliki pemirsa yang lebih spesifik. Program acara juga dirancang spesifik untuk memenuhi selera pemirsa yang spesifik. Karena competisi ini pula muncul fenomena acara seragam, layaknya dalam dunia bisnis, maka apa yang laku itulah yang dijual.
Sejauh ini acara yang memikat, popular di stasiun televisi yang satu, maka sebentar kemudian muncul acara serupa di stasiun televisi yang lain. Tampilan luarnya mungkin berbeda, sudah ada kombinasi sana-sini yang katanya menjadi berbeda. Walaupun kalau dicermati isinya sama saja. Acara model begini biasanya ditiru karena ratingnya tinggi. Dan ini berarti semakin tinggi kesempatan televisi meraup iklan. Tentu pertimbangan ini juga akan kembali lagi kepada alasan ekonomi. Bagaimanapun format acara mampu mendatangkan keuntungan bagi pemilik modal.
Bicara tentang pemilik modal tentu tidak lepas dari kepemilikan media televisi. Dan uniknya kepemilikan media televisi di Indonesia memiliki latar belakang yang khas. Meski dasarnya adalah pemilik modal, sesungguhnya tidak semua pemilik modal bisa mendapatkan ijin untuk membuka stasiun televisi baru di Indonesia. Sebut saja misalnya, ketika Husein Naro, BGW Budiarto dan Peter Gontha di masa orde baru mengajukan izin penyiaran local di Yogyakarta. Tawaran ini akhirnya terabaikan dan izin diberikan dengan mudah kepada PT Sanitya Mandara Televisi yang mengajukan permohonan kemudian. ( Hermin IW, 2000 hal 114)
Namun terlepas dari kenyataaan ini bagaimanapun peranan pemilik modal sangat dominan dalam perintisan sebuah media. Karena ternyata Televisi Pendidikan Indonesia yang mendapatkan ijin operasi untuk televisi pendidikan, kenyataannya masih dibantu peralatan dan pegawai dari TVRI pada waktu itu. Begitupun, RCTI, yang juga pemilik modal berawal dari keluarga penguasa PT Bimantara group . Nyatanya masih mendapatkan faasilitas-fasilitas pemerintah waktu itu.
Di Indonesia TVRI dan hadirnya RCTI, SCTV dan TPI sepertinya adalah televisi yang berbeda tetapi pemilik sahamnya terbesarnya sebenarnya dipegang oleh para pemilik modal yang sudah eksis di Indonesia dan tidak kebetulan bahwa mereka adalah kalangan keluarga penguasa. Penguasa baik secara politis maupun ekeonomi yang sekaligus pemilik modal. Bertambahnya stasiun televisi dari tahun ke tahun, seperti munculnya AN TV, Trans TV, Metro TV, TV7, Global TV dan televisi anak Space Toon, belum lagi TV local yang menunjukkan kepemilikan media akan kembali kepada para pemilik modal atau penguasa bisnis di Indonesia dan daerah.
Tentu saja 11 stasuiun televisi nasional sudah cukup membuat repot pengelola televisi untuk berkompetisi secara sehat. Berbagai kreatifitas program acara dengan berbagai metode yang buntutnya adalah meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari pemirsa dan relasi media televisi dilakukannya. Mungkin beberapa tahun yang lalu, televisi cukup mengandalkan iklan. Sebuah strategi implicit yang dilakukan media untuk meraup keuntungan dari pemirsanya. lSehingga tayangan yang menarik minat pemirsanya sudah cukup sebagai strategi masuknya iklan yang terus bertambah.
Semakin majunya teknologi komunikasi di Indonesia dan semakin interaktifnya peran pemirsa yang tidak lagi sebagai penonton pasif, adalah sebuah peluang yang tidak dibiarkan berlalu begitu saja oleh kalangan media. Kemudian dirancanglah berbagai program acara interaktif yang meminta respon pemirsa secara langsung. Dengan media telepon seluler dan sms interaktif, media memanfaatkan pemirsa untuk berlaku aktif melakukan polling dan dialog berdalih dukungan, jajak pendapat dn apalah namanya, yang pada intinya bagian biaya yang dikirimkan pemirsa melalui polling akan masuk ke kantong media.
Ternyata cara ini cukup fantastis, dengan iming-iming hadiah bagi pengirim sms yang beruntung, ternyata hasilnya luar biasa. Bagaimana tidak. Melalui acara kirim sms acara AFI ( Akademi Fantasi Indosiar) untuk Indosiar dan Indonesion Idol untuk RCTI, KDI (Kontes Dangdut TPI) untuk TPI, dan baru-baru ini API, Kondang In, Afi Junior dan sebaginya tanpa diduga mampu mendatangkan keuntungan secara langsung, dalam jumlah cukup besar kepada pemiliki media. Dengan slogan-slogan persuasif yang ditujukan kepada permirsa untuk mendukung kepada bintang favoritnya, pemirsa telah dimanfaatkan media untuk memberi keuntungan kepadanya.
Lalu keuntungan ini akan kembali ke siapa?, ya kepemilik media. Siapa pemilik media, ya pemilik modal. Dan pemilik modal itu di Indonesia, bisa dikatakan adalah kalangan pemain atau pelaku bisnis yang pada dasarnya adalah orang-orang lama. Sebut saja Aburizal Bakri, Liem Siu Liong, Bambang Triatmojo, Siti Hardiyanti Rukmana dan belum lagi lembaga-lembaga media cetak yang mulai merambah televisi seperti TV7 dan Metro TV. Dan sekarang kepemilikan saham yang relatif signifikan terdapat pada kepemilikan saham RCTI, TPI dan Global TV.
Ini kapitalisme. Dan kembali kepada peran iklan, untuk kepentingan penumpukan kapital, iklan adalah sarana ampuh bagi media untuk memberikan masukan kapital yang semakin hari akan terus bertambah. Tidak salah jika kemudian televisi-televisi baru yang muncul mengambil langkah untuk menciptakan acara hiburan yang situasional. Yang penting biaya produksi bisa ditekan, acaranya digemari pemirsa dan masukan iklannya banyak.
Hadirnya banyak iklan pada tiap acara-acara favorit yaitu acara-acara yang menempati waktu utama penayangan acara di televisi antara jam 19.00 sampai dengan jam 21.00, pada waktu-waktu ini dikenakan aturan harga yang lebih tinggi pada tayangan acara. Meskipun bertarif lebih tinggi, tampilnya iklan pada penayangan jam utama ini relatif lebih banyak pemasangnya. Pertimbangannya karena pad jam-jam ini pemirsanya juga paling banyak. Dan ini keuntungan bagi media. Disamping lebih banyak iklannya harga durasi iklan juga berlipat.
Media tinggal menghitung berapa banyaknya keuntungan dengan mengambil peluang jam utama. Apalagi jika mata acara memasuki rating sepuluh besar, rata-rata 11 hingga 23 bahkan lebih pada setiap jeda iklan. Dan biasanya acara-acara favorit pemirsa ini terdapat pada stasiun televisi yang sudah eksis. Seperti RCTI, SCTV, Indosiar dan TPI. Agaknya langkah-langkah perancangan program acara televisi model ini akan segera ditiru oleh stasiun televisi yang lain. Atau bisa jadi karena televisi-televisi yang relatif belum eksis ini punya SDM yang handal dan cukup kreatif segera menyusul memiliki banyak acara yang ratingnya sepuluh besar.
Kembali ke pemilik media, keuntungan yang diperoleh televisi pada dasarnya akan lembali kepada pemilik modal. Apalagi kalau bukan kapitalisme media. Karena kemudian media juga menciptakan strategi merancang acara yang akan membuat pemirsanya terikat dan sayang bila melewatkannya. Pemirsa dibuat tergantung dengan acara media, apa yang dimaui pemirsanya akan dipenuhi media. Diciptakan acara bersambung, hiburan bersambung sehingga mengikat pemirsanya untuk tetap hadir di depan media. Media menciptakan system yang sengaja membuat pemirsanya hadir di depan media. Mumpung pemirsa mau, mumpung suka, sekali laku dan sebagainya, sehingga media akan terus berlomba-lomba menampilkan acara televisi yang memikat pemirsanya. Seolah olah media hadir untuk pemirsa, media siap memenuhi selera pemirsa, walau dibelakangkanya sebenarnya media memanfaaatkan pemirsa untuk menjadi lahan pasar bagi perolehan iklan.]
Media juga memanfaatkan pemirsa untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai acara, semacam dialog dan musik. Acara dibentuk dengan kemudahan penggunaan teknologi komunikasi dimana dialog langsung, tanggapan langsung, usulan langsung ataupun pertanyaan bahkan pengobatan langsung bisa di peroleh melalui perantaraan media. Padahal dengan metode tanggapan langsung pemirsa, harga per sms bisa melonjak hingga lima kali lipat. Cara ini yang kemudian dikatakan bahwa media memanfaatkan pemirsa secara langsung dengan dalih bahwa pemirsa ikut berpartisipasi dalam acara, dan ada hadiah ditiap akhir acara.
Pada acara sehari-hari, kemunculan ragam acara di televisi seperti acara kerohanian, maka sesungguhnya adalah keinginan media untuk menggaet pangsa pasar di kalangan pemeluk tersebut. Terbukti acara-acara rohani ditempatkan pada jam-jam dimana jarang ditonton oleh pemirsanya. Semisal dini hari, atau pagi sekali setelah Subuh. Demikian juga dengan acara anak-anak. Anak-anak menjadi lahan empuk bagi media, baik untuk menciptakan acara anak ataupun melibatkan anak-anak dalam berbagai acara yang buntutnya sebenarnya adalah mencari keuntungan dengan melibatkan anak-anak. Keuntungan di dapat dengan meraih pangsa pasar anak-anak atau melibatkan secara wajar atau mengeksploitasi anak-anak dan menjadikannya perantara terhadap keinginan orang tua. Artinya jadi sama saja, kepentingan iklan atau media itu sendiri yang ditujukan kepada orang tua. Anak adalah alatnya. Ada dua kepentingan di sini, di satu sisi iklan, anak-anak dieksploitasi atas nama iklan untuk kepentingan iklan itu sendiri dalam hal ini adalah produk atau pemilik produk. Dan sisi lainnya adalah media karena iklan ada untuk kepentingan media, yang dalam hal ini pemilik modal.

D. Kapitalisme produk.
Kemajuan ekonomi, kemajuan teknologi di berbagai bidang, kemudahan sektor perbankkan, distribusi, stabilitas harga dan daya beli menciptakan kemajuan yang signifikan pada kemajuan sektor ekonomi produksi. Berbagai ragam produk hadir mememnuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Ragam produk diciptakan, semakin hari semakin berkreasi, tidak saja pada kreasi produk lama tetapi juga menciptakan produk baru, dan membangun pasar baru.
Kemajuan sector ekonomi ini tidak hanya berimbas kepada penciptaan produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi juga menciptakan kebutuhan baru, yang selama ini tidak terpikirkan orang untuk membutuhkannya, apalagi membelinya dan mengkonsumsinya. Misalnya pewangi pakaian, tisu basah, handphone dan sebagainya, yang pada dasarnya adalah produk baru. Produk ini muncul, dan oleh pembuatnya sengaja dimunculkan kebutuhan baru bagi konsumen.
Bervariasi produk, dihasilkan dari proses kreatifitas produk. Penciptaaan produk baru, pengulangan produk, kombinasi dan sebagainya. Produk apa saja kemudian dipasarkan asal laku. Karena alasan ini maka produksen menciptakan iklim pemenuhan kebutuhan kepada segmen yang lebih khusus. Misalnya dengan merek produk yang sama diciptakan selera yang berbeda-beda. Dengan produk makanan yang sama diciptakan aroma yang berbeda-beda. Model seperti ini hanya salah satu kiat bagaimana perusahaan, pemilik modal menciptakan strategi ketergatungan konsumen terhadap produk tertentu. Dan produksen menjaga dengan hati-hati agar konsumennya tidak lari ke produk lain. Bagaimana perusahaaan atau produksen berupaya agar konsumen tetap setia dan mau tidak mau harus menggunakan produk tersebut secara rutin dan berkesinambungan. Misalnya dengan pemberian hadiah, potongan harga, bonus, pelayanan purna jual dan sebagainya. Hal itu semata-mata dilakukan untuk mengikat konsumen agar tetap menggunakan produk. Dengan demikian keuntungan bagi perusahaan akan terus mengalir.
Seiring dengan pesatnya perusahaan maka terjadi persaingan produk, persaingan produk satu dengan lainnya dibawah bendera perusahaan yang sama maupun persaingan antara perusahaan yang berbeda. Masing-masing produk menonjolkan keunggulannya. Hapir semuanya mengatakan dirinya atau produknya adalah nomor satu. Meski kenyataannya akan kembali kepada konsumen. Konsumen yang mengambil keputusan untuk tetap menggunakan produk itu atau pindah ke produk lain.
Adapun demi untuk memenuhi selera konsumen dan mempertahankan penjualan, penciptaan produk pada perusahaan memiliki kharakter khas, yang tujuannya mempertahankan pembelian dari para konsumennya dalam rentang waktu yang panjang. Misalnya. Pemakaian obat nyamuk tidak benar-benar membunuh nyamuk, tetapi hanya mengusirnya. Dengan memakai pertimbangan ini maka konsumen tetap mengkonsumsi terus produk obat nyamuk. Kalau obat nyamuk sampai membunuh nyamuk, besuk-besuk konsumen tidak ada lagi yang beli obat nyamuk. Begitu juga obat sakit kepala hanya berfungsi untuk penyembuh sementara. Suatu saat jika konsumen sakit kepala ia akan memilih menggunakan produk obat tersebut. Pertimbangan ini kembali pada alasan ekonomi. Kalau obat benar-benar menyembuhkan sampai tuntas maka tak ada lagi orang sakit kepala alias tidak ada yang beli obat.
Begitu berlangsung hampir pada semua produk perusahaan secara terus menerus. Kapitalisme produk, dimana karena alasan penumpukan kapital, penciptaan produk dirancang sedemikian rupa, sehingga tercipta ketergantungan pemakaian atau pembelian. Dan salah satu strateginya adalah melalui iklan atau periklanan. Iklan televisi adalah prioritas bagi produk yang ingin dikenal dan selalu diingat bagi pemirsanya, iklan televisi adalah jaminan produknya dikenal. Melalui iklan televisi calon konsumen memperoleh informasi mengenai produk. Melalui iklan televisi pula merek produk dikenal dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan membeli produk.
Iklan produk di televisi juga simbol bagi masyarakat bahwa produknya berkualitas. Masyakat awam akan mempertimbangkan kembali suatu produk, bila memang produk itu belum dikenal atau belum populer. Dan salah satu media untuk mengenal produk tersebut adalah melalui iklan media televisi. Iklan televisi memiliki kelebihan jankauan yang luas, dan efek audio visualnya yang membuat gambar lebih hidup dan lebih menarik di perhatikan pemirsanya. Sehingga dengan karakternya yang audio visual televisi sangat efektif sebagai sarana penayangan iklan.
Dengan karakternya yang khas pula, iklan mempengaruhi konsumennya untuk mengetahui produk. Dan dengan keingintahuannya konsumen akan mengetahui, memahami dan bersikap. Karena itulah kreatif media periklanan memasang strategi dengan berbagai pilihan alternatif iklannya, untuk menciptakan iklan kreatif dan dikenal masyarakat. Strategi juga diciptakan dengan tujuan meraup pangsa pasar tertentu melalui pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga bisa berupa anak-anak. Pengambilan tokoh anak-anak dimaksudkan karena anak-anak memiliki kelebihan. Yaitu kelebihan kedekatan dengan orang tua, kasih sayang orang tua, perlindungan orang tua. Dan melalui anak-anak adalah jurus jitu karena orang tua akan sangat memperhatikan anak-anaknya. Anak-anak tidak saja dimanfaatkan keluguannya untuk mengiklankan produk, atau menjual produk yang tidak dipahaminya. Tetapi anak-anak juga dimanfaatkan oleh kreatif periklanan dalam menawarkan gaya hidup tertentu kepada khalayak orang dewasa dan anak-anak.

E. Dehumanisasi anak
Fenomena pelibatan anak-anak dalam periklanan yang secara nyata bahwa anak telah dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, tanpa anak tersebut menyadarinya adalah dehumanisasi. Disini terjadi eksploitasi anak-anak. Anak-anak yang dalam dunianya yang wajar adalah memasuki dunia bermain, dunia belajar, mengenal lingkungannya. Anak dengan kepolosan dan keluguannya tersebut telah dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu yaitu kreatif iklan, produk atau perusahaan. Bahkan anak tidak tahu atau tidak menyadari, bahwa ia telah dimanfaatkan untuk kepentingan iklan di media dalam untuk meraup keuntungan.
Awalnya mungkin anak hanya senang bisa menjadi bintang iklan, atau bisa terkenal, tetapi efeknya sangat simultan kepada para pemirsa yang sebagian besar adalah anak-anak. Anak-anak yang polos belum memahami, apa kehebatan produk elektronik, apa kehebatan produk mobil tertentu, namum terpaksa ia mengiklankan produk yang tidak diketahuinya itu. Kalaupun anak kemudian mau menjadi bintang iklan produk tersebut, itu bukan atas kemauannya. Maunya anak menjadi bintang iklan, itu mungkin terjadi. Tetapi kemauan untuk menjadi bintang iklan produk orang dewasa belum tentu ia mengetahuinya. Seberapa pengetahuan anak tentang perbangkan, elektonik dan mobil.
Tampilnya anak-anak tersebut kemudian berimbas pada pemirsa anak-anak. Anak-anak tanpa memahami bagaimana kondisi ekonomi orang tua dan memahami apakah produk itu berfungsi atau tidak bagi dirinya, akan mempengaruhi orang tua mereka. Iklan di media mempengaruhi sikap konsumerisme pemirsa melalui perantaran anak-anak. Dengan demikian iklan media juga menanamkan sikap konsumerisme sejak dini kepada anak-anak.
Tayangan anak dalam iklan televisi ini secara simultan memberikan dampak kepada sifat anak-anak untuk merongrong orang dewasa atau orang tuanya tanpa anak itu menyadarinya. Ini inti maunya iklan, maunya produk dan maunya media. Dan tanpa bisa menghindar karena teman-teman di lingkungannya juga melakukan hal yang sama. Apalagi dunia bermain anak-anak sekarang sudah sangat dekat dengan televisi. Televisi sudah menjadi tontonannya sehari-hari.
Menurut Sasa Djuarsa, seorang pakar komunikasi mengatakan bahwa pesan komunikasi kian mudah diingat dan efektif bagi pemirsanya bila dinyatakan berulang-ulang. Secara sistematis Sasa menyatakan bahwa,
Faktor-faktor yang memperkuat dampak media massa adalah :
1. eksposure
2. kredibilitas
3. konsonansi
4. signifikansi
5. sensitive
6. situasi kritis ( Sasa Djuarsa, 2004, hal:6)
Pada tahap exposure ini yang mengandung pengertian bahwa semakin sering dan semakin berulang mendapatkan terpaan oleh media massa maka akan semakin efektif memberi dampak kepada pemirsanya.
Pelibatan anak-anak di dalam iklan televisi ini juga tidak lepas dari motivasi atau ijin orang tua ketika mengikhlaskan anaknya menjadi bintang iklan produk orang dewasa. Mungkin orang tua hanya ingin anaknya terkenal dan jadi bintang. Tanpa memahami bahwa anaknya telah dimanfaatkan kepolosannya tersebut oleh iklan. Dan tidak mungkin anak berinisiatif sendiri untuk menjadi bintang iklan. Mereka masih terlalu kecil dan belum memahami bakat pada dirinya.
Pelibatan anak-anak dalam iklan saja sebenarnya juga mengaburkan sifat anak-anak tentang kejujuran. Karena dalam kreatif pembuatan iklan sering dipakai rekayasa-kekayasa yang tidak asli untuk menyangatkan penanpilan produk yang dapat menarik pemirsa. Misalnya ada produk es krim, agar es krim dalam tayangan iklan kelihatan legit dan lezat menggoda, maka dipakailah bahan tepung. Demikian pula produk shampo yang menyuruh modelnya mengggunakan pewarna rambut warna ungu agar rambut sang model kelihatan legam. Ini hanya contoh trik periklanan, sebuah usaha komersial. Dan ini belum pantas menjadi dunia anak-anak. Untuk kepentingan komersialisasi, kepentingan iklan dan media ini anak-anak telah direnggut sifat kanak-kanaknya. Anak-anak tidak lagi jujur sesuai dengan sifatnya, tetapi ia bisa berbohong, menipu sesuai dengan keinginan periklanan, karena ia terlibat langsung dengan proses periklanan itu.
Karena kepentingan produk, maka kreatif strategi periklanan melibatkan anak-anak sebagai sarana promosi perusahaan dalam rangka meningkatkan penjualan. Anak-anak juga terikat dengan keinginan orang, karena awalnya keterlibatan dalam iklan tersebut di karenakan peran orang tua yang kepingin anaknya tenar sebagai bintang iklan, dan menghasilkan uang. Karena penikmat pertamanya adalah orang tua. Hal yang paling tragis adalah dampak iklan itu sendiri pada pemirsa anak-anak. Pola anak menjadi sangat komersial, anak-anak menjadi materialis dan tidak social terhadap lingkungannya.
Sesuai dengan konvensi PBB tentang hak-hak anak yang juga diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia 1990, hak-hak anak juga tertuang dalam Undang-undang RI N0 23 tahun 2002. Pada intinya dijelaskan bahwa anak-anak memiliki hak sepenuhnya untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak-anak juga memiliki hak-haknya yang paling hakiki sebagai anak. Juga hak untuk memperoleh bimbingan dan pendidikan dengan cara-cara yang benar. Sehingga seluruh potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. (Irwan Prayitno, 2003, Vi) Anak-anak seyongyanya di bimbing orang tua dengan kasih sayang, dan contoh-contoh keteladanan yang bisa dipahami anak, sehingga anak menjadi berperilaku santun dan berbudi pekerti yang baik. Anak-anak sungguh belum paham dijadikan alat periklanan dalam menampilkan life style tertentu kepada pemirsanya. Dalam Pedoman Tata Krama Periklanan Indonesia juga disebut tentang pelarangan terhadap keterlibatan anak-anak dalam mengiklankan produk yang tidak untuk kepentingan anak-anak. Karena ini bukan pemberian informasi secara benar kepada publik. *****























Daftar Pustaka

Elizabeth B. Hurlock, 1994, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Penerbit Erlangga Jakarta.
Frank Jefkin, 1997, Periklanan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hermin Indah Wahyuni, 2000, Televisi dan Intervensi Negara, Kontek Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi pada Era Orde Baru, Media Pressindo, Yogyakarta.
Irwan Prayitno, Dr, 2003, Anakku Penyejuk Hatiku, Penerbit Pustaka Tarbiyatuna, Bekasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia,1995, Balai Pustaka, Jakarta
Kartini Kartono, 1995, Psikologi Anak, penerbit mandar maju, Bandung.
Majalah Ummi, edisi Mei 2005.
Sasa Djuarsa Sendjaja, (2004), Teori Komunikasi, Diktat Kuliah.
Tata Krama Periklanan Indonesia, 1999
Undang-undang RI N0 23 Tahun 2002
Implementasi Norma, Nilai, dan cara Berkomunikasi Orang Jawa

Berdasarkan buku Abangan, Santri, dan Priyayi (Clifford Geertz)
Dan Buku Kebatinan dan Hidup Sehari-hari orang Jawa ( Niels Mulder)

• Pada pelaksanaan acara selametan kelahiran, khitanan, perkawinan dan upacara kematian adalah nilai yang mencerminkan kehidupan masyarakat Jawa yang sangat guyup, rukun, saling bekerjasama dan saling tenggang rasa. Dalam kehidupan para santri, abangan dan priyayi sebagai representasi masyarakat Jawa tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti itu artinya mau tidak mau ketiga kelompok tersebut tidak ada alasan untuk datang di acara Selametan. Meskipun pada pelaksanaanya di masing-masing kelompok memang sudah ada sedikit perubahan. Misalnya dalam upacara selametan, kaum abangan akan lebih orientasi ke adat, status social pada masyarakat abangan masih sangat dijunjung tinggi. Hal ini tampak pada uba rampe selametan. Pada hajatan kaum abangan lebih lengkap, rumit, dan mistik. Didalam perkakas dam macam uba rampe terdapat makna simbolik. Seperti makna pemujaan kepada yang maha kuasa yang diimplementasikan dalam wujud tumpeng kerucut.
Kelompok santri yang berbasis di pesantren mereka akan lebih praktis. Pelaksanaan prosesi upacara kelahiran, khitan, perkawinan dan upacara kematian lebih praktis dan sudah memulai meninggalkan adat setempat. Upacara lebih banyak dalam bentuk melantunkan doa-doa dan mengambil tata upacara yang wajib saja sesuai syariat agama. Hal ini karena didukung oleh keyakinannya pada agama di pesantren. Bebagai macam sesajian atau uba rampe sudah mulai dikurangi, atau bahkan ditinggalkan. Namun kalangan pesantren masih sangat menghormati kepada kyai atau ustad, guru di dalam pesantren tersebut.
• Sementara itu kalangan priyanyi yang sangat menjaga benar kolektivitas kelompoknya dalam menjaga status. Mereka yang notabene tinggal dimasyarakat kota. Dan keinginan kelompok masyarakat priyayi ini terekspresikan dalam kesukaannya pada bentuk hiburan seperti tari, ludruk, tembang dan gamelan.
• Keyakinan adanya kehidupan makluk halus sudah menjadi keyakinan adat di masyarakat Jawa. Misalnya keyakinan kepada Danyang, si penungggu tempat-tempat yang dianggap keramat seperti pohon besar, batu besar, perempatan jalan, tempuran sungai atau kuburan. Karena keyakinan inilah maka orang Jawa biasanya memberikan sesaji di tempat-tempat tersebut. Sesaji diberikan kala orang desa hajatan seperti acara khitanan dan pernikahan. Diharapkan Danyang tidak mengganggu dan upacara lancar. Bagi masyarakat yang kemudian melanggar kebiasaan itu, misalnya tidak memberi sesaji, maka para orang tua akan menasehati, masyarakat akan was-was bila nanti ada gangguan pada pelaksanaan hajatan, masyarakat akan menghubungkan kejadian itu dengan keberadaan sesaji tadi. Atas kejadian ini kelompok masyarakat berusaia muda yang biasanya sudah lebih praktis, akan menurut saja apa kata orang-orang tua meskipun sebenarnya mereka tidak tahu maksudnya.
• Norma sopan santun atau unggah-ungguh dalam masyarakat Jawa masih dipegang teguh. Seperti misalnya anak muda tidak boleh berani sama orang tua. Itu tidak sopan. Anak muda harus menghormati orang tua, baik orang tuanya sendiri maupun orang lain.
Pada kenyataannya banyak orang muda yang berbeda pendapat dengan orang tua, dan itu dianggap orang tua sebagai membantah, tidak patuh dan tidak menghormati orang tua. Oleh karenanya berdasarkan sifat Jawa yang halus sering anak muda terpaksa setuju di hadapan orang tua, meski sebenarnya hatinya menolak. Tetapi itu terpaksa dilakukan agar tidak dianggap sebagai anak tidak menurut atau tidak baik. Cara-cara komunikasi seperti ini dilakukan notabene orang Jawa
• Norma rukun juga sangat dijunjung tinggi dimasyarakat Jawa, dimana dihindari adanya perbedaan pendapat dikalanmgan kelompok yang berbeda-beda. Meskipun berbeda pendapat, kenyataan mereka masih bisa bekerja sama, tersenyum dan membangun hidup yang selaras bersama masyarakat.
• Masyarakat Jawa juga menghargai untuk bisa hidup berkelompok, bersama-sama dan tidak individual atau tidak mementingkan diri sendiri. Mereka biasa hidup tolong menolong, dan bantu membantu dominan sekali sifat sosialnya.
• Norma masyarakat Jawa juga mengagungkan sikap andhap asor atau merendahkan diri, artinya tidak menojolkan kemampuan dan kedudukannya . Sikap ini sangat dipuji sebagai sikap kesatria. Hal ini tercermin dari penggunaan bahasa kromo madya untuk menggambarkan prilaku dirinya sendiri dan kromo Inggil kepada prilaku orang lain. Merka akan menjauhkan sikap dari kesombnongan atau kumalungkung.
• Keselarasan dan keseimbangan merupakan norma masayarakat Jawa. Kehidupan yang seimbang antara masyarakat yang berkedudukan tinggi dan berkedudukan rendah cermin masyarakat yang rukun dan harmonis. Keseimbangan juga dimaksudkan keselarasan yang harmonis antara kehidupan manusia dan mengangungan kepada yang maha kuasa.
• Norma hidup orang Jawa gotong royong seperti dalam acara selametan, mereka berprinsip sepi ing pamrih rame ing gawe. Mereka akan membantu tetangga yang punya hajad tanpa pamrih atau tidak minta upah. Mereka dengan senang hati datang membantu untuk rewang bagi orang perempuan dan sambatan bagi orang laki-laki.
• Tahu diri juga merupakan sikap orang Jawa. Orang harus mampu menyesuaikan diri sesuai dengan kedudukannya. Untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Sebuah ciri keteraturan sosial yang ada dimasyarakat Jawa, agar setiap orang bisa bekerja sesuai status dan kedudukannya masing-masing.

• Cara berkomunikasi orang Jawa masih didomininasi oleh unggah-ungguh, sopan-santun. Terhadap orang lain masih menggunakan bahasa kromo. Artinya ada penghormatanm, ada kehalusan budi dari komunikasi tersebut. Dari komunikasi ini terlihat bahwa masyarakat Jawa sangat menjaga jangan samapai ada pertentangan dan permusuhan. Sehingga justru menimbulkan masalah dimasa kini. Orang Jawa sering mengganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Padahal sebenarnya mereka tidak setuju. Perbedaan pendapat dianggap sebagai konflik. Namun mungkin lama kelamaan konflik itu semakin terpendam, sehingga karena tidak kuat akan muncul ketidak cocokan atau musuhan (padhu). Yang oleh orang Jawa itu dianggap sebagai aib bagi orang-orang yang punya kedudukan.
• Sekarang jaman berubah, kelompok masyarakat Jawa muda sudah mengenal prinsip demokrasi. Namun nilai dan norma Jawa itupun tidak luntur begitu saja. Mereka masih memiliki norma dan nilai penghormatan kepada yang lebih tua, suka menolong hanya saja komunikasi sudah menjadi lebih terbuka dan bisa berterus terang. *****


Disusun oleh: Dian Marhaeni K.

Rabu, 01 Juli 2009

MELATIH ANAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN
Sebenarnya anak kami, Aflah masih berusia 3 tahun. Namun tahun lalu saya dan suami sepakat untuk melatih anak kami berpuasa diusia sedini mungkin, yaitu diwaktu anak sudah mulai paham kebiasaaan orang tuanya berpuasa di bulan Ramadhan.
Pada mulanya kami hanya melihat Aflah senang sekali bila sore hari saat berbuka puasa, ia mendapati menu yang berbeda dari hari biasanya. Kebetulan menu sederhana kami adalah kolak pisang atau stup buah. Beberapa hari kemudian Aflah sudah terbiasa, bila adzan Magrib berkumandang, ia segera mendekati meja makan dan minta jatah dengan cangkir mungilnya. Lucunya ia tak berani meminta jatah kolaknya sebelum adzan tiba.
Begitupun dengan kebiasaan kami ketika sholat tarawih. Meski belum paham, ia terbiasa kami ajak ke masjid. Saya beri tempat sajadah untuknya dan mengajaknya sholat. Awalnya ia ikuti sholat kami, tapi untuk sholat Tarawih selanjutnya ia kadang hanya duduk, diam atau bahkan tengak-tengok melihat tingkah laku kami. Sering ia juga minta gendong disaat saya sholat atau bahkan tertidur diatas sajadahnya. Tetapi ia tetap saya ajak ke masjid.
Jika hari siang, saya minta pengasuhnya untuk tidak menyuapinya diluar rumah. Juga menunda jadwal makannya lain dari hari biasanya. Misalnya ditunda satu atau dua jam. Saya kenalkan anak dengan kata-kata “berpuasa” dan “bulan Ramadhan” sesering mungkin. Bahkan bila makan sahur tiba Aflah jadi sering ikut bangun dan kami ajak makan sahur bersama. Walau sering menolak karena inginnya minum susu saja, tetapi tetap saya kenalkan istilah “makan sahur” dan “berbuka puasa”. Kadang Aflah juga saya ajak berbuka bersama di masjid dengan teman sebayanya. Meski tidak berpuasa tetapi saya latih ia tidak makan dulu beberapa jam sebelum berbuka. Sehingga ia jadi terbiasa untuk tidak makan dulu sebelum adzan Magrib tiba.
Sungguh bersyukur jika melihat anak tampak riang ketika berbuka dan tidak mengeluh meski jadwal makannya saya tunda. Memang saya banyak tukar pikiran dengan teman-teman pengajian. Salah satu teman pengajian saya, Bu Narsih, memiliki tiga putera yang masih dibawah usia 10 tahun. Alhamdulillah tahun lalu ketiganya mampu menyelesaikan puasa Ramadhan sebulan penuh. Bahkan si bungsu yang masih duduk di TK pun mampu puasa sebulan penuh. Ternyata kiatnya cukup sederhana, yaitu dengan memberikan reward. Anak selalu dipuji, disayang, disambut dengan hidangan istimewa disaat berbuka dan satu lagi, ibu Narsih memberi hadiah 500 rupiah jika puteranya menyelesaikan puasa sampai Magrib. Tetapi jika harus putus puasa maka hanya diberi hadiah 100 rupiah saja. Kiat itupun sering juga terganggu. Misalnya si bungsu sering merengek minta minum, sehingga ibu harus memangkunya, membujuknya dan mengatakan “Hayo mau 500 atau 100” dan anakpun tersenyum berbalik untuk bermain kembali.
Memang kalau sudah demikian saya pun mengalihkan perhatian anak-anak pada gambar atau tayangan televisi yang merangsang keinginan makan dan minum anak. Dengan mengajak anak beraktifitas seperti menggambar, bermain pasir atau apa saja Insya Alloh anak jadi mudah kita didik berpuasa. (Dian MK, Ibu 1 anak)